Marketing Indonesia in Tokyo: Laporan dari Jepang

bersama Eddy Sulaeman Yusuf dan Junanto 
Herdiawan di Kantor Perwakilan BI,Tokyo Memberikan informasi tentang Indonesia di luar negeri memang tidak gampang. Secara tradisional, anggapan orang luar terhadap Indonesia banyak dipengaruhi media besar seperti CNN yang lebih banyak menyiarkan informasi kurang menguntungkan. Karena itu, keberadaan kantor perwakilan lembaga Indonesia di luar negeri jadi penting untuk memberikan keseimbangan. Itulah, antara lain yang dilakukan pak Eddy Sulaeman Yusuf,Kepala Perwakilan Bank Indonesia di Tokyo. Disana ada dua Lembaga Rating yang berpengaruh, dalam menerbitkan laporan yang dipercaya oleh para stakeholders ekonomi dunia.

“Tugas kami disini, memberikan informasi tentang situasi di tanah air yang sesungguhnya “kata pak Eddy ketika bertemu di kantor BI di Marunouchi, didaerah Ginza. Tentu saja, mereka juga mencari informasi dari pihak lain dalam menulis laporan mereka tentang Indonesia.

Saya juga sempat bertemu Junanto Herdiawan, Ekonom muda yang baru bertugas di Tokyo membantu Pak Eddy. Saya sendiri melihat bahwa Kantor Perwakilan BI di Tokyo bekerja cukup efisien dan produktif. Hanya dengan tiga orang home staff dan beberapa local staff, Pak Eddy bukan hanya bertanggung jawab untuk wilayah Jepang tapi juga wilayah Greater China yang dinamikanya semakin hebat.
Lobi dengan cara memasuki komunitas yang relevan, kayaknya sudah menjadi praktek sehari hari tim BI di Tokyo. Ini pas dengan konsep New Wave Marketing yang bersifat “horizontal” dimana CONNECT menjadi persyaratan utama. Get Connected hanyalah langkah pertama untuk mengenal dan dikenal Komunitas komunitas yang relevan.

Deep Connection adalah langkah berikutnya dengan cara bergaul lebih intense dengan beberapa pihak supaya bisa mencapai level lebih “personal”

Sedang Strong Connectivity adalah tingkat tertinggi kalau CONNECT sudah masuk ke tahap interpersonal.

Selain tugas “tradisional” BI, saya melihat juga bahwa pak Eddy dan tim melanjutkan pendahulunya untuk ikut membina “kanshuse”, yaitu tenaga Indonesia yang mendapat skill training khusus di Jepang selama tiga tahun. Setelah itu, bisa dapat job tetap disana atau harus pulang ke Indonesia. Nah,disinilah BI Tokyo bekerja sama dengan kantor2 perwakilan BI di tanah air untuk jadi “matchmaker” supaya para Kanshuse ini bisa dapat pekerjaan yang layak nantinya. Juga ada harapan mereka bisa jadi wirausaha kecil dengan buka bengkel, misalnya, karena sudah dapat pelatihan yang bagus di Jepang. “Kasihan, kalau mereka balik ke Indonesia, jadi sopir lagi..” Kata pak Eddy.

Ketika saya tanya lagi, apa lagi yang ingin dicapainya selama bertugas di Tokyo, beliau hanya berharap bahwa Indonesia bisa dapat bagian lebih banyak lagi dalam services. “Balance of Trade kita surplus besar, tapi jadi kecil di Balance of Paymnent karena banyak kalah di jasa” pak Eddy menjelaskan.

Ini sinyal sekaligus “warning” untuk perusahaan jasa Indonesia seperti Asuransi dan Pengapalan supaya bisa lebih berperan dalam ekspor kooditi Indonesia. Tidak gampang memang,karena belum punya “competitive advantage” yang nyata. Tapi,saya pun berharap setuju, selain perbaikan terus menerus pada kinerja perusahaan kita ,juga perlu diintensifkan lobi lobi G2G maupun B2B untuk mendapatkan porsi lebih besar.

Selamat berjuang pak Eddy,mas Iwan dan tim..

Marketing Indonesia diluar negeri, memang harus dilakukan semua orang. Menurut porsi dan tugas masing masing.

This is the time !

Saat ini Indonesia tidak seperti dulu lagi! Ketika negara maju lagi stagnan bakan panik,jangan sia siakan momentum.

Selamat berjuang terus ! 
 
http://www.hermawankartajaya.com/

No comments:

Post a Comment