Kucing Kawin

Mantan kucing yang dipungut putri saya di jalanan itu sekarang memang telah menjadi kucing cantik. Bulunyabersih dan matanya biru jernih. Iamenjadi kesayangan keluarga, terkecuali saya. Tetapi karena saya sendirian, lama-lama saya kesepiandan terpaksa juga ikutmenyayanginya. Jika anak-anak pulang sekolah, yang dicari pertama kali adalah kucingnya. Jika mereka hendak bersekolah, yang tak boleh tidak harus dipamiti adalah kucingnya. Jika mereka hendak tidur, mereka harus yakin bahwa si kucing tidak ke luar rumah dan terancam bahaya.
Kucing ini tampaknya tahu dirinya dimanja sehingga mendorongnya bertingkah melebihi batas yang kami izinkan kepadanya. Tempat tidur yang amat ia gemari adalah tempat yang paling terlarang untuk ia tiduri, yakni kamar tidur keluarga. Sesekali ia melanggar, kami maafkan dengan cara memindahkan ke tempat yang telah disepakati. Tetapi di malam hari ia suka mendorong-dorong pintu dan senantiasa berulah agar dizinkan masuk lagi. Ketika kami tegas untuk menolaknya, ia tak henti-henti berisik menggaruk-garukkan kukunya.
Melihat kenekatan kucing ini akhirnya kami tak berdaya. Dari yang semula jengkel akhirnya geli saja. Karena begitu pintu kamar telah dibuka, ia langsung menuju kasur favoritnya dan terlelap dengan sempurna. Kucing ini juga tahu jika kamar itu sudah dibersihkan, diganti sprei dan sarung bantalnya, ia adalah pihak yang selalu ingin menjadi penidur pertama.
Seluruh pelanggaran kucing ini pelan-pelan malah menjadi sumber kegelian ketimbang sumber kemarahan. Begitulah kelemahan kasih sayang. Bagi pihak yang dicintai, kesalahan yang dia perbuat malah menjadi seni. Mengamati gaya tidur kucing ini pun kami dibuat tertawa setiap kali. Kadang-kadang terlentang dengan kaki depan ke lurus ke atas, kaki bawah lurus ke bawah. ''Mirip tidurmu,'' kata istri. Bayangkan, tidur kucing ini malah mengilhami istri menghina seperti ini.
Tidur yang berubah-ubah itu saja sudah membuat anak-anak gatal memotreti. Dari gaya telentang, begitu diguyur kilatan lampu blits bisa ganti posisi dengan satu kaki menutup matanya. Silau itu pasti. Pendek kata, seluruh perilaku kucing ini, sampai kolom ini ditulis telah menjadi sumber kegembiraan kami. Kecuali... ya kecuali ketika musim kawinnya sudah tiba.
Ketika masa birahi itu datang, mulailah rumah kami dilanda kekacauan siang malam. Entah dari mana datangnya, tiga-empat kucing pejantan bisa datang secara bersamaan. Semuanya adalah kucing liar dan berangasan yang menurut bahasa anak kami sebetulnya tidak sepadan pacaran dengan kucing cantik kami. ''Enggak level,'' tegas anak lelaki saya.
Tetapi birahi itu memang bebas kasta, para pejantan ini berebutuntuk pacaran dan selalu saling serangdengan ganasnya. Ke mana kucing kami pergi mereka selalu membuntuti. Siang malam, sampai masa birahi itu berhenti dan ini bisa memakan waktu berhari-hari. Sungguh situasi yang tidak mudah. Pertama kami harus mendamaikan keadaan kami sendiri karena gangguan ini. Kepada kucing ini, kami tidak boleh cuma berhak atas kelucuannya, tetapi juga harus rela kepada kebutuhan hidupnya, kawin itulah salah satunya. Setelah kami berdamai pada diri sendiri, kami harus berdamai dengan tetangga, sekuat yang kami bisa karena mereka pasti paham, kamilah sumber huru-hara ini. Mungkin karena kami dianggap tetangga yang baik, mereka mencoba memahami. Jadi, kebaikan itulah kuncinya. Kedatangan kucing ini, sungguh mendorong kami harus baik senantisa, agar ketika masa perkawinannya tiba, para tetangga itu memaafkan kami.
Sumber berbuat baik itu, ternyata bisa datang dari apa saja. Termasuk dari perkawinan kucing.

No comments:

Post a Comment