Membidik Pasar Perempuan


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000, dari total jumlah penduduk sebesar 217 juta, jumlah penduduk perempuan mencapai 49,8% atau sekitar 108 juta jiwa. Sebuah angka yang sangat menggiurkan untuk digarap. Para pemilik korporasi produk dan jasa pun menggunakan kondisi itu melalui berbagai strategi komunikasi untuk menjaring pasar gemuk ini.

Ada acara ladies night (masuk gratis buat kaum hawa di diskotik), ladies parking (parkir di mal khusus untuk perempuan), ladies floor (lantai tertentu di hotel yang diperuntukkan hanya untuk kaum Kartini), dan masih banyak lagi perlakuan istimewa terhadap kaum ini mengingat pasarnya yang sangat luas dan mudah dipengaruhi. Selain disasar sebagai penebal pundi-pundi korporasi, belakangan ini komunitas ini juga dibidik di lantai bursa.

Mereka yang secara psikologis memiliki ketertarikan terhadap banyak hal (karena memiliki multi-tracking brain system) juga diyakini akan tertarik menjadi investor yang tangguh dipasar modal dengan pengetahuan dasar mengelola uang keluarga yang dimiliki. Hal ini bahkan dikuatkan dengan dukungan motivasional feminis oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan,Meutia Farida Hatta Swasono suatu ketika dengan pernyataannya, "sudah tidak jamannya lagi, jika soal investasi hanya urusan bapak-bapak." Aksioma ini terasa menambah injeksi semangat para pelaku bisnis dan jaringan untuk semakin gencar menggempur pasar kaum ini.
Guna menarik dan memasuki ranah kaum hawa ini, gaya komunikasi yang akan diaplikasikan harus bersifat taktis dan strategis. Kaum ini relatif lebih unik dan spesifik dalam banyak hal dibandingkan kaum Adam. Menurut penelitian Louann Brizendine yang ditulis dalam bukunya ‘The Female Bain', kaum perempuan menggunakan sekitar 20.000 kata perhari, sedangkan kaum lelaki hanya sekitar 7.000 kata perhari.
Bayangkan, betapa bursa kata begitu meriah ketika pelanggan yang tengah dilayani adalah kaum hawa. Mereka akan terus bertanya dan melompat dari satu topik ke topik berikutnya secepat kedipan mata ketika berbicara. Jika tidak memahami kelebihan kaum dalam berbicara ini, usia kesabaran para sales pasti akan pendek jadinya. Hal berikut yang juga unik dari para ibu ini adalah mereka selalu mengingat rincian pertengkaran yang tidak dapat diingat sama sekali oleh lelaki. Artinya, jika ketidakpuasan mereka mengemuka dan keluhan (complaint) yang disampaikan bersambut argumentasi yang menyakiti, peristiwa itu bisa dipastikan akan masuk dalam memori jangka panjang mereka dan akan terus diungkit lagi jika kejadian yang sama atau relatif serupa mengemuka kembali. Sebaliknya, jika hal-hal positif yang terjadi, ruang memori mereka juga akan menyimpan data dan fakta dimaksud dalam durasi lama.
Dan, satu fakta terpenting lainnya yang juga perlu diingat adalah bahwa kaum ini memiliki kecenderungan membentuk ikatan yang lebih dalam dengan teman perempuan mereka. Mereka lebih mementingkan persahabatan daripada bisnis semata. Dalam konteks kepuasan terhadap sebuah produk/jasa yang mereka terima, secara otomatis tanpa instruksi, word of mouth akan menghiasi seluruh ruang diskusi dalam durasi panjang tiada henti. Mereka akan terus membicarakan hal itu dan pastinya menjadi ajang promosi yang dapat memengaruhi dan menggerakkan kelompok diskusi untuk mencoba produk/jasa dimaksud. Sebaliknya, jika produk/jasa dimaksud mengecewakan dan merugikan, tanpa komando, kelompok itu akan bertindak seragam dalam menyikapinya.
Sebagai tambahan, ketika membidik kaum perempuan agar melakukan tindakan partisipatif aktif dalam bisnis, pemilihan kata (diksi) dan kiasan yang tepat juga menjadi faktor yang penting untuk dipersiapkan. Kaum ini terbiasa dengan kata-kata yang berbunga-bunga dan penuh kiasan. Simbol-simbol selalu menjadi cara mereka memahami segala sesuatu. Karena mereka sejatinya adalah makhluk indirect (tidak langsung). Dalam bahasa lain, diplomasi bicara harus lebih dikedepankan. Variasi diplomasi juga bisa berupa pujian yang akan menjadi pengikat hati untuk melancarkan konversasi berdestinasi. Hal ini jelas akan menarik simpati dan hati sehingga kaum ini merasa berbicara dengan orang yang sangat mengerti mereka.
Bukankah Ada Band sudah mengingatkan hal ini melalui lagunya 'Karena Wanita Ingin Dimengerti' yang antara lain berbunyi: lewat tutur lembut dan laku agung. Karena wanita ingin dimengerti. Manjakan dia...dengan kasih sayang. Disana ada dimensi komunikasi verbal (tutur lembut) dilengkapi dengan komunikasi nonverbal (laku agung). Lengkap sudah kemanjaan yang diberikan kepada kaum perempuan ini, sehingga mereka sulit berpindah ke lain hati. Itulah salah satu strategi jitu untuk mempertahankan loyalitas pelanggan dalam kategori gender.
Akhirnya, semoga semakin banyak korporasi menyadari hal ini dengan memberikan fasilitas dan pelayanan yang lebih luas dan variatif kepada kaum ini sebagaimana diberikan kepada kaum Adam, sehingga kesetaraan gender yang menjadi cita-cita luhur Kartini, tidak hanya terwujud dalam tataran konseptual, melainkan juga di ranah operasional. 
Drs. Ponijan Liaw, MBA, M.Pd.
Pelatih & Penulis Buku-buku Komunikasi
Email: ponijan@central.net.id

No comments:

Post a Comment