Diperlukan “hunters” di Pasar alternatif: Laporan dari Chili

Bersama Dubes RI di Santiago, Ibrahim 
Ambong Ngobrol dengan Dubes Ibrahim Ambong di KBRI Santiago memang mengasyikan. Sebagai bekas Ketua Komisi 1 DPR RI, kelihatan beliau masih tetap mengikuti kejadian di tanah air. Naluri politiknya tajam. Analisa terhadap kejadian di Indonesia cukup rasional. Tapi yang mengagumkan saya, adalah bagaimana beliau merasa sebagai "statesman" ketika jadi Duta Besar. "Ada banyak yang kita bisa pelajari dari Chili. Negara ini hanya punya penduduk sekitar 16 juta orang, tapi bisa jadi semacam hub dari Amerika Latin" ujar beliau.

Chili yang ada di Pacific Rim sangat aktif mengembangkan hubungan politik dan dagang bukan cuma dengan Amerika Serikat, tapi juga dengan Asia. "Infrastruktur yang merupakan jantung perekonomian luar biasa perkembangannya di Chili" tambah Dubes Ibrahim Ambong. Saya sendiri merasakan itu. Ketika sempat diantar Direktur IPTC (Indonesia Trade Promotion Center ) Santiago, Ali Akbar Hehahitu ke kota pelabuhan Valparaiso yang bersebelahan dengan kota turis Vina del Mar, semua jalan yang dilalui mulus.

ITPC Santiago: Zakhia Hanim (Wakil 
Direktur) dan Ali Akbar (Direktur) Perjalanan lancar, karena gerbang tol hampir tidak ada. Yang ada hanya bunyi "toll charge" yang otomatis memotong kartu prepaid highway di mobil. Menurut informasi, ada lebih dari 20.000 km jalan sekualitas highway di Chili.

Tentang menjadi hub Amerika Latin, saya juga membuktikannya ketika ketemu dengan Nicolas Roman, yang dikenalin Philip Kotler. Nicolas ternyata bekerja di Harvard Business Review Latin America di Chili! Itu berarti bahwa pusat intelektual bisnis di Amerika Latin memang berpusat di Chili. Nicolas sedang mempersiapkan serangkaian Seminar Marketing 3.0 saya di beberapa kota Amerika Latin.

Direktur IPTC Ali Akbar juga kelihatan pintar memanfaatkan posisi strategis Chili ini. Dia sedang menyiapkan pembentukan sebuah Trading Company untuk menyalurkan produk2 Indonesia lewat Iquique di Chili Utara, bukan hanya ke Chili, tapi juga ke Peru dan Bolivia. "Saya harus bisa menerobos dominasi China disana" ujarnya bersemangat.

Ali Akbar yang "orang lapangan" ini ingin mengawinkan Jacky, orang Indonesia keturunan India yang sudah lama berdagang disana dengan Suyanto, pengusaha Indonesia."Saya ingin meletakkan landasan perdagangan disini, bukan sekedar memacu ekspor Indonesia ke Chili secara taktikal…Mudah2an Ibu Mendag nanti berkenan meresmikannya awal tahun depan!" Ali Akbar bersemangat. Buat saya,ini adalah contoh langkah stratejik dari sebuah ITPC yang baru berdiri tujuh bulan.

Kesimpulan?

Buat saya, Indonesia baik Pemerintah maupun pengusahanya harus cari pasar alternatif. Jangan cuma berani jadi "jago kandang" atau ke "pasar tradisional". G7 atau G8 lagi turun..karena itulah mereka memasukkan Indonesia di G 20. Mestinya, pejabat di KBRI maupun ITPC di pasar alternatif ini harus diisi dengan orang2 kelas satu !

Kenapa?

Ya karena Developed Countrie lagi turun dan Emerging Countries lagi naik! KBRI dan ITPC di Chili dan negara2 "alternatif" lain haruslah jadi prioritas ! Pemikiran kita harus dibalik! Untung aja, saya ketemu dengan orang2 yang bersifat "hunters " di Chili. Entah by default tau by design? Yang di "traditional market" cukup "farmers" yang bekerja di disitu karena sifatnya "maintain".

Saya meninggalkan Santiago, dengan harapan semangat KBRI dan ITPC membara teurs ! Demi Indonesia tercinta !

http://www.hermawankartajaya.com/

No comments:

Post a Comment