Nilai Sebuah Kejujuran

"MINTALAH BON STRUK PEMBAYARAN TRANSAKSI ANDA DI KASIR KAMI. Tanpa bon struk, pembayaran belanja Anda dianggap gratis. Kami akan membayar 2 kali lipat transaksi Anda."
Tulisan tersebut terpasang di atas counter kasir dan di atas tempat cuci rambut sebuah jaringan salon terkemuka di Indonesia. Jaringan salon ini biasanya ada di mall atau junction terbaru. Tulisan di atas terasa sedikit berlebihan karena pemilik salon ini kelihatannya tidak bisa mengendalikan operasional salonnya, terutama dalam mengatur arus uang kas yang masuk. Jadi pemilik salon minta bantuan konsumen untuk melaporkan karyawannya yang melakukan kecurangan.
Bila ada orang asing yang mengerti Bahasa Indonesia membaca tulisan itu, pasti dia akan sedikit menggerutu. Konsumen yang membeli seharusnya memang berhak mendapatkan bon struk pembelian layanan tanpa diminta. Struk adalah hak konsumen sebagai tanda bukti pembelian yang sah. Mengapa konsumen harus meminta? Apakah kasirnya malas mencetak struk? Apakah printer struknya sering rusak? Atau gerai yang mau menghemat kertas (go-green) sehingga tidak mencetak struk bila tidak diminta?
Mahalnya Sebuah Kejujuran
Bagi konsumen yang mengerti, tulisan di atas sebenarnya berbicara tentang masalah kejujuran. Kejujuran siapa? Ya kejujuran kasir dalam melakukan transaksi. Maksudnya? Ada oknum kasir yang enggan memasukkan transaksi konsumen ke dalam mesin kasir sehingga transaksi ini tidak tercatat dalam sistem kasir. Dengan demikian pada tutup kasir nanti akan ada kelebihan uang kas di dalam laci atau di dalam kantong oknum kasir itu.
Kemana larinya uang ini? Tergantung kesepakatan antara oknum kasir tadi dan karyawan lain; misalnya dibagi rata sesama karyawan sehingga semua karyawan akan tutup mulut dan tidak melaporkan praktik curang oknum kasir itu pada atasan atau pemilik.
Gerai salon yang saya baru saja datangi termasuk gerai yang sepi meskipun ada di dalam sebual mall. Kabarnya, omset perharinya rata-rata cuma sampai 3 juta, tetapi masing-masing karyawan bisa membawa pulang ekstra 50 ribu (tidak termasuk tip) per harinya. Bila gerai salon tadi memiliki 10 karyawan maka rata-rata per hari ada 500 ribu rupiah yang beredar diluar kasir. Bila dikalikan 30 (hari kerja salon) akan menjadi 15 juta per bulan. Itu baru dari satu gerai salon yang sepi, bisa kita bayangkan jumlah uang yang hilang itu untuk ratusan cabangnya di seluruh Indonesia. Wah jumlah yang cukup besar juga ya?
Memilih Kasir Jujur
Pengalaman saya, sangatlah sulit untuk bisa merekrut kasir yang bisa jujur untuk waktu yang lama. Bilapun ada kasir yang jujur, awalnya saja biasanya jujur, lama-lama bila dia sudah mengetahui kelemahan sistem, tidak jarang hatinya jadi tergoda juga untuk berbuat curang. Fenomena orang kepercayaan juga begitu. Kadang-kadang justru orang kepercayaanlah yang banyak "meminjam" atau menghilangkan uang perusahaan. Karyawan ataupun kasir yang paling jujur adalah diri kita sendiri, bila kita adalah seorang pemilik bisnis yang mau menunggui gerai kita setiap hari.
Memasang Internet Kamera
Pemilik bisnis bisa memasang internet camera (CCTV) pada beberapa sudut gerainya, sehingga setiap gerak-gerik karyawan bisa dimonitor dan bila perlu diputar ulang untuk penyidikan. Bila karyawan tahu setiap gerakannya diawasi, tingkah laku karyawan niscaya akan berangsur berubah. Kelemahan dari solusi ini adalah adanya biaya investasi awal pembelian hardware dan biaya bulanan akses internet. Bila anda berpikir untuk menjalankan solusi ini secara off-line (gambar direkam di hard-disk lokal) jangan heran bila hardware Anda akan sering gagal atau bermasalah. Saat terjadi kasus kehilangan atau pencurian, sering camera CCTV pas sedang tidak bekerja alias rusak (atau sengaja dimatikan oleh si oknum karyawan).
Memakai Sistem Reward and Punishment
Sistim reward and punishment seperti memasang tulisan peringatan kepada konsumen untuk minta struk kasir bisa saja dilakukan dan terkesan cukup bijaksana untuk dilakukan. Akan tetapi cara ini juga cukup mudah disiasati oleh oknum kasir yang berpengalaman.
Sungguh diluar dugaan, saya pernah menemukan seorang oknum kasir yang saat hendak menghitung barang mengajukan pertanyaan, "Pak, mau dicetak struknya nggak?" Saya diam saja, kemudian dia melanjutkan sambil jarinya menunjuk sebuah stiker di mesin cash register: "Kalau tidak cetak struk hemat kertas, kan go-green pak." Wah berapa banyak konsumen yang bersimpati dan mengiyakan untuk tidak minta struk, dan berapa banyak konsumen yang sudah terperdaya dengan alasan oknum kasir seperti ini.
Pembayaran Non-Cash dengan EDC
Cara paling jitu untuk mengatasi masalah kejujuran kasir seperti di atas adalah dengan menggunakan teknologi mesin Electronic Data Capture (EDC) dari bank penerbit kartu debit atau kartu kredit. Jadi semua transaksi di gerai dilakukan secara non-cash melalui mesin EDC yang diarahkan masuk ke satu nomor rekening tertentu (yang tidak bisa diubah tanpa persetujuan pemilik rekening). Lebih praktis karena tidak ada risiko uang palsu, risiko salah hitung, risiko saat setor tunai, atau risiko uang hilang.
Untuk bisa memiliki fasilitas mesin EDC ini memang dikenai biaya 2% untuk pembayaran dengan kartu kredit dan 0% untuk pembayaran dengan kartu debit. Bila pembayaran pelanggan bisa berangsur-angsur diarahkan menjadi non-cash memakai debit card; maka risiko kehilangan transaksi yang disebabkan oleh oknum kasir akan tidak lagi terjadi.
Untuk mendorong pelanggan membayar dengan debit card, Anda bisa memberikan diskon tambahan 1% khusus untuk pembayaran dengan debit card. Pelanggan yang membayar cash tidak mendapatkan diskon. Pertanyaannya hanya: "Beranikah Anda hanya menerima transaksi non-cash?"
Selamat mencoba.
_________
Drs. Mukti Wibawa, MBA
Inspirational Business Motivator & Marketing Consultant
mukti@consultant.com

No comments:

Post a Comment