Berkah Lupa

Salah satu rezeki besar manusia ialah diciptakanNya "wajah ganda" di balik setiap peristiwa. Apa saja memiliki wajah ganda tak terkecuali lupa.

Ketika suatu kali mencari kunci mobil pun begitu sulitnya cuma karena lupa ia terletak di mana, jangan buru-buru gusar. Bisa jadi Anda memang diminta untuk menunda sejenak keberangkatan Anda menuju kantor. Bisa jadi kalau Anda jadi berangkat tepat di waktu yang dijadwalkan Anda akan berpapasandengan truk dengan rem blong. Maka, apa saja peristiwa yang sedang singgah dalam kehidupan kita, walau pahit rasanya, berprasangka baiklah. Ingat saja wajah ganda ini, dan Anda diperbolehkan setiap kali untuk mengambil cuma kebaikannya.
Saya ingin kembali pada soal lupa, lupa kalau hari itu istri berulang tahun. Justru karena lupa inilah saya harus melalukan manuver tambahan agar istri tidak kecewa. Hasilnya tidak buruk. Kami malah memperoleh tambahan kemesraan ekstra karenannya. Jika lupa tak ada, ucapan ulang tahun itu pasti akan berlangsung standar saja. Rutin dan sebagaimana pantasnya saja.
Begitu juga ketika saya lupa membawa handphone (HP) saat sedang pergi ke luar kota. Begitu buru-burunya saat itu, sehingga yang ada di kepala cuma berangkat secepatnya. Di tengah keberangkatan itulah, di saat nafas sudah mereda, baru ingatan kembali awas pada soal-soal yang semestinya. HP itu, benda yang kedudukannya sudah nyaris sepertiistri kedua itu, ternyata tak ada di saku saya seperti biasanya. Anda tahu, di zaman ketika kebutuhan komunikasi sudah semudah ini, kesulitan sedikit saja akan sangat berarti. Saya segera menjadi orang linglung tanpa benda ini. Tiba-tiba semuanya menjadi gelap dan jauh. Saya serasa dilempar kembali ke masa silam, era ketika cuma untuk mengabarkan saudara yang sakit saja butuh berkirim surat, dan ketika surat telah sampai di alamat, si sakit sudahkembali sehat. Tak ada yang lebih menakutkan di zaman ini seperti ketakutan kita pada hilangnya akses komunikasi.
Ketakutan itu menyadarkan saya, betapa telah terlalu dalam saya tergantung pada benda ini. Maka, ketika ia tak terbawa, itulah saat saya punya kesempatan menenangkan diri, jangan-jangan benda itu telah membuat saya sakit jiwa. Rasanya setiap kali cuma haus melihat bunyi SMS, cuma tegang meraba-raba siapa pengirimnya, apa isinya, kabar menjengkelkan atau kebar gembira. Jika SMS sedangsepi, maka sayalah yang ganti akan berkirim untuk siapa saja, kepada nama yang tiba-tiba muncul di kepala. Bukan untuk benar-benar berkabar, apalagi untuk mengirim berita penting, tindakan ini ternyata lebih untuk melayani kehausan saya sendiri pada ketergantungan ini. Dan jika sehari saja HP ini berlalu tanpa dering, tanpa pekik SMS, saya seperti orang yang dibuang di sebuah pula terpencil, sepi dan sendiri. Padahal ini jelas halusinasi saya sendiri.
Di sekitar saya, masih tersedia begitu banyak manusia yang bisa saya ajak berkomunikasi. Di antaranya malah pasti akan menyambut saya dengan gembira. Di rumah, ada anak-anak dan istri yang akan selalu menerima saya kapan saja saya membutuhkan mereka. Maka ketika HP tertinggal, saya malah memiliki kesempatan untuk melihat soal-soal lain yang lebih berharga katimbang sekadar nada dering dan bunyi SMS...
[Prie GS adalah seorang budayawan dan penulis buku "Catatan Harian Sang Penggoda Indonesia". Saat ini, ia tinggal di Semarang, Jawa Tengah.]

No comments:

Post a Comment