Otak dan Stres

Oleh : dr. Jofizal Jannis, Sp. S(K)

Pendahuluan

Istilah stres (ketegangan) sudah menjadi konsumsi publik, kenapa tidak? Stres menjadi pertanda seorang masih sehat, karena merupakan reaksi normal tubuh. Tetapi bila berkesinambungan dapat merusak otak. Beberapa teman mengeluh stres karena banyak pekerjaan, yang lain stres tidak ada pekerjaan, yang lain lagi mengeluh stres karena anaknya begini dan begitu, disisi lain banyak yang stres karena tak punya anak. Jadi orang itu harus bagaimana? apapun yang dilakukan, dikerjakan dan terjadi tidak ada yang betul. Seluruhnya bermuara pada stres, kapan orang itu dapat senang dan bahagia?

Di meja praktek, datang suami isteri yang mengeluh stres. Mereka bersama minta diperiksa. Isteri stres karena suaminya pemabok, jarang pulang ke rumah, sang suami stres karena baru saja kematian anak perempuannya, tiap hari ia tidak tidur dan menghabiskan waktu dengan mabok dan menangis, keluarga jadi berantakan, karena tidak diperoleh solusi penyelesaian. Padahal mereka sudah cukup lama hidup bersama. Kisah lain yang membuat stres adalah ketika anak disekolahkan ke Jepang, sang bapak yang kaya raya setelah beberapa tahun rindu ketemu dan ingin surprise. Sampai di sana, di kota lain sewaktu diberitahu, malah sang anak mengatakan mengapa tidak memberi kabar, hari ini saya sedang sibuk. Bapaknya menangis dan kecewa, stres dan pulang ke Indonesia. Begitu banyak hal yang membuat stres.

Sebenarnya apa yang mencengkram pikiran dan perasaan kita, dan peristiwa apa yang terjadi didalam tubuh kita?. Melelahkan memang.

Kepala kita, ada apa di dalamnya ?

Otak manusia disusun oleh rangkaian sel saraf (neuron) yang merupakan komponen untuk membentuk otak. Otak terdiri dari seratus juta neuron dan kira kira 1000–10.000 hubungan antar neuron. Jadi terdapat total 1014 – 1015 inter koneksi antar saraf. Sel tersebut mempunyai fungsi transmisi informasi untuk melakukan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

Beberapa fungsi yang diatur otak

Otak mengatur beberapa hal, seperti fungsi perseptif yang berperan menerima perubahan dari luar tubuh, fungsi integratif melakukan interpretasi tentang perubahan yang terjadi, fungsi motor melaksanakan respons, menafsirkan interaksi antar otot-otot dan fungsi regulasi yang mendorong kelenjar berbagai organ untuk mensekresikan hormon atau zat kimia lain. Di samping itu, sistem saraf secara keseluruhan termasuk otak dan medula spinalis/sumsum belakang bekerja sebagai pusat kontrol sistem saraf tepi dan menjadi penghubung antara otak/medula spinalis dengan otot-otot.

Neuron (sel saraf)

Setiap sel saraf menerima input dari dendrit dalam bentuk rangsangan/eksitatori, hambatan/inhibitori. Antara akson dan dendrit terdapat sinaps/hubungan yang menjadi dasar tempat belajar, memori, dan reasoning (membuat keputusan yang benar, sukar memberi alasan yang benar dan pertimbangan yang benar). Perubahan yang terjadi diatur sedemikian rupa oleh zat pengantar yang disebut neurotransmiter. Akson dan dendrit sel saraf lain mempu-nyai hubungan sinaptik, celah antar saraf sel kita sebut dengan celah sinaptik dengan lebarnya kira-kira satu permilion inci. Setiap impuls listrik berasal dari celah ini diatur oleh zat yang disebut neurotransmiter. Sampai saat ini dikenal 50 neurotransmiter yang disintesa/dibuat oleh tubuh. Beberapa zat kimia dapat memblok neurotransmiter ini. Neurotransmiter merupakan sekelompok molekul yang terikat dari unit kimia dengan kriteria: zat kimia yang dihasilkan neuron, zat kimia yang terdapat di dalam neuron. Bila neuron dirangsang akan melepaskan zat kimia, bila zat kimia dilepaskan, akan bekerja sebagai reseptor kosinaptik dengan efek biologis, setelah zat kimia dilepaskan dan diinaktifkan akan terjadi mekanisme pengambilan atau oleh enzim yang menghambat kerja dari zat kimia tersebut dan apabila zat kimia digunakan dalam membran kosinaptik kemudian menyebabkan efek yang sama seperti dilepaskan oleh neuron.

Neurotransmiter yang bereaksi baik

Endorfin (opioid); menaikkan dan meningkatkan mood, membuat senang, menahan nyeri, dan membuat bahagia, norepineprin; merangsang, rasa senang, waspada, motivasi, anti depresi, mengontrol nafsu makan, meningkatkan seks. Dopamin; merasakan bahagia, membuat senang, mengontrol nafsu, mengeluarkan hormon pertumbuhan. Peniletilamin (PEA); merasakan bahagia, melibatkan perasaan. Selain itu terdapat juga penghambat utama neurotransmiter seperti enkefalin; menghilangkan nyeri, mengurangi depresi dan GABA (gamma amino butiric acid) sebagai anti stres, anti cemas, anti panik, berasa tenang, menjaga kontrol, dan fokus.

Hormon yang bekerja sebagai Neurotransmiter

Beberapa hormon yang diangap dapat bekerja sebagai neurotransmiter adalah serotonin yang bekerja meningkatkan tidur, kepercayaan diri, memperbaiki depresi, mencegah agitasi dan rasa takut. Melatonin berperan pada saat istirahat dan penyembuhan, hormon anti penuaan, mengatur kebiasaan dan bioritmik. Sedangkan oksitosin, merupakan hormon yang distimulasi oleh dopamin yang dapat meningkatkan keinginan seks, rasa cinta, mengikat emosi dan keinginan.

Dikatakan bahwa neurotransmiter secara kimia mengikuti keadaan kognitif, memperbaiki faktor lain yang mempengaruhi fungsi normal saraf dan memegang peranan penting pada perasaan bahagia, dorongan motivasi, kemampuan untuk fokus, menstabilkan emosi kewaspadaaan mental dan perasaan baik

Siklus Stres

Siklus stres diawali dengan kadar opioid di otak menjadi rendah, dan secara otomatis akan memicu peningkatan dopamin, sehingga merasakan meningkatnyanya kewaspadaan dan timbul kegelisahan. Tingginya dopamin menyebabkan kelelahan emosi. Contoh, kelelahan emosi yang terjadi setelah orgasme, kadar dopamin menjadi maksimal.

Kadar opoid rendah juga menyebabkan menurunnya neurotransmiter GABA. Ketika hal ini terjadi, timbul perasaan gelisah, ketidakamanan dan panik. GABA yang rendah otomatis membuat tubuh melawan kecemasan, depresi dengan melepaskan norefineprin. Zat kimia ini mendorong respons emosi seperti marah, mudah tersinggung, frustasi dll.

Kadar norefineprin yang tinggi menyebabkan pelepasan adrenalin dari kel. adrenal dan menyebabkan denyutan jantung yang lebih cepat disertai aliran darah yang lebih kuat.

Kadar rendah GABA akan menurunkan serotonin dan dapat membuat tidur menjadi sulit. Orang yang kurang tidur menjadi tidak rasional, mudah marah, dan dapat histeris. Di dalam perang kurang tidur menyebabkan stres berat dan pernah dilaporkan bahwa obat-obatan/alkohol dapat melelahkan mental, dengan kecenderungan gangguan kejiwaan. Serotonin selanjutnya akan mendorong level opioid semakin rendah.

Solusi pragmatis mengatasi stres

Stres tidak timbul karena faktor eksternal, seperti sebelumnya dikenal. Tetapi terjadi sebagai akibat penafsiran seseorang terhadap suatu rangsangan (stimuli), alihkan fokus pikiran anda keolahraga misalnya. Saat itu yang terjadi adalah penolakan input data yang relevan melawan diri sendiri dan tidak berusaha menafsirkan informasi yang diperoleh serta tidak ingin mendapat risiko terhadap pekerjaan yang membelenggu diri sendiri, maka lakukan intropeksi diri setiap saat.

Setelah itu pelajari bagaimana cara membatasi dan meniadakan stres, supaya kualitas kerja dapat diperbaiki. Secara proporsional dengan cara meningkatkan kualitas input stimuli dan relevansi langsung terhadap masalah yang harus segera ditangani sendiri dengan cara mengalihkan keadaan tersebut dengan mengunjungi tempat yang anda sukai, menyalurkan seluruh hobi, dan merespons sesuatu dengan cara melakukan inovasi baru. Hilangkan perasaan untuk keinginan kompetisi dengan orang lain. Akhirnya cara yang terbaik adalah menyadari keterbatasan dengan berdoa, mohon ke luar dari persoalan yang anda hadapi.

sumber: pusat-intelegensia.com

No comments:

Post a Comment