Layar kaca dan media cetak kita dewasa ini dijejali dengan serbuan iklan jasa “Paranormal”. Masyarakat pun “dimanjakan” dengan banyaknya pilihan, karena praktek paranormal hadir dengan berbagai metodenya. Kesemuanya menawarkan jasa “mengintip masa depan”. Alhasil, banyak paranormal yang kini kebanjiran order sehingga bahkan tak ragu untuk memasang bandroll gila-gilaan.
Ini adalah sebuah fenomena yang menjadi “paradox”. Karena di era informasi ini, era di mana siapa pun bebas untuk mengakses informasi seluas-luasnya, sebagian kalangan justru memilih untuk menutup mata terhadap “kekuatan” informasi dengan hanya mengandalkan paranormal sebagai referensi utama. Melupakan hakikat informasi, sekaligus meremehkan dan melupakan mekanisme takdir itu sendiri.
Istilah “The world is flat” merujuk pada fakta bahwa apapun yang terjadi di satu bagian dunia akan dengan cepat diketahui oleh belahan dunia lainnya, tanpa batasan. Namun, informasi tetaplah merupakan “bahan mentah”. Yang diperlukan adalah kemampuan untuk “membaca” informasi, mensintesa, kemudian menjadikannya sebagai pertimbangan dalam menentukan pilihan. Manusia adalah mahluk Tuhan yang dianugerahi kebebasan untuk MEMILIH, dan informasi adalah salah satu sarananya.
Sekedar mengandalkan paranormal, merupakan pengingkaran akan hakikat kebebasan untuk memilih ini, dan juga akan memicu sikap FATALIS. Wujudnya bisa berupa malas untuk berupaya karena sudah “pasrah” dengan ramalan buruk. Seolah mengatakan, ”Kalau hasilnya sudah pasti buruk ya buat apa lagi mencoba.” Kemungkinan kedua bisa berupa percaya diri yang berlebihan karena ramalan baik. “Buat apa capek-capek lagi, toh sudah pasti akan berhasil dan sukses sudah ada di kantong....”
Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh paranormal, mirip dengan apa yang dilakukan oleh fotografer dengan kameranya: sama-sama “memotret” kondisi SESAAT. Ada beberapa metode yang lazim digunakan paranormal: seperti dengan membaca medan Aura klien, menganalisa akumulasi gelombang emosi dari lingkungan di sekeliling klien, berdasarkan preferensi alam bawah sadar klien atau berdasarkan hubungan kosmis klien dengan alam. Meski rata-rata mengklaim bahwa metodenya sudah berumur “ribuan” tahun, toh yang dilakukan sebenarnya SEDERHANA saja: hanya memotret...!
Lebih celakanya lagi, validitas / keabsahan dari sebuah ramalan otomatis akan GUGUR cukup dalam hitungan menit saja, bila klien yang bersangkutan melakukan tindakan yang di luar koridor dari “pola” tindakannya saat ia diramal. Sebagai contoh:
Takdir kerap disalah pahami sebagai harga mati. Padahal konsep takdir itu sengaja diperkenalkan Tuhan pada manusia dengan satu tujuan: membantu manusia memahami cara kerja dari Hukum Alam, Hukum-hukum Tuhan di alam semesta ini. Tak ada yang namanya KEBETULAN karena “akibat” pasti selalu diawali oleh “sebab”.
Apapun yang sudah, sedang ataupun akan terjadi atas diri seseorang, sudah ditetapkan Tuhan sejak awal penciptaan alam semesta ini. Namun semuanya masih berupa POTENSI kemungkinan. Proses kalkulasinya akan melibatkan variabel dalam jumlah tak berhingga dan saling berkaitan. Dan inilah hebatnya, setiap manusia BEBAS untuk memilih variabel-variabel dalam hidupnya.
ANALOGI mekanisme takdir mirip seperti sebuah kalkulator. Bila Anda tekan angka ”5”, tanda “+” dan angka “8” maka hasilnya adalah “13”. Namun bila Anda tekan angka “9”, tanda “x” dan angka “6” maka hasilnya adalah “54”. Menekan tombol adalah “kerja”, hasil di layar kalkulator adalah “takdir”. Siapakah yang harus menentukan angka dan tanda apa saja yang harus ditekan? Ya manusia itu sendiri... Dan tentunya, BUKAN paranormal.
Lantas adakah suatu CETAK BIRU yang memuat semua potensi takdir dan kalkulasinya? Jawabannya adalah ADA. Sekelompok peneliti dari Cambridge University dengan dikomandoi oleh fisikawan Stephen W. Hawking, sedang mendalami hal ini. Seperti tertera dalam bukunya “The Theory of Everything”, Stephen Hawking dan timnya sedang berupaya memformulasikan rumusan “Grand Theory”, yang memuat segala macam rumus, yang memetakan semua pola hubungan sebab-akibat.
Di kalangan kaum Muslimin dikenal adanya sebuah ciptaan Tuhan yang dahsyat yang bernama Lauh Mahfuz, sebuah “kitab induk” yang memuat segala sesuatu. Meliputi dan “mengikat” Hukum Alam, Potensi Takdir, Ruang, Informasi, dan juga ciptaan dahsyat Tuhan lainnya: Waktu. Di dalam kitab ini, Takdir manusia ditetapkan sebagai modus yang MUNGKIN terjadi, bukan peristiwa mutlaknya, bukan pula panjang-pendeknya.
Sukses merupakan hak, sekaligus merupakan PILIHAN. Kita sendirilah yang menentukan takdir kita kelak. Sukses bergantung dari upaya yang kita pilih, dan kualitas kita dalam memilih akan terus “diperkaya” oleh informasi yang selalu dihadirkan oleh-Nya. Ditulis oleh Tommy Setiawan, seorang trainer, penulis dan pengamat industri MLM.
Tommy dapat dihubungi melalui blowbytommy@yahoo.com atau melalui 0812 80 56772.
Ini adalah sebuah fenomena yang menjadi “paradox”. Karena di era informasi ini, era di mana siapa pun bebas untuk mengakses informasi seluas-luasnya, sebagian kalangan justru memilih untuk menutup mata terhadap “kekuatan” informasi dengan hanya mengandalkan paranormal sebagai referensi utama. Melupakan hakikat informasi, sekaligus meremehkan dan melupakan mekanisme takdir itu sendiri.
Istilah “The world is flat” merujuk pada fakta bahwa apapun yang terjadi di satu bagian dunia akan dengan cepat diketahui oleh belahan dunia lainnya, tanpa batasan. Namun, informasi tetaplah merupakan “bahan mentah”. Yang diperlukan adalah kemampuan untuk “membaca” informasi, mensintesa, kemudian menjadikannya sebagai pertimbangan dalam menentukan pilihan. Manusia adalah mahluk Tuhan yang dianugerahi kebebasan untuk MEMILIH, dan informasi adalah salah satu sarananya.
Sekedar mengandalkan paranormal, merupakan pengingkaran akan hakikat kebebasan untuk memilih ini, dan juga akan memicu sikap FATALIS. Wujudnya bisa berupa malas untuk berupaya karena sudah “pasrah” dengan ramalan buruk. Seolah mengatakan, ”Kalau hasilnya sudah pasti buruk ya buat apa lagi mencoba.” Kemungkinan kedua bisa berupa percaya diri yang berlebihan karena ramalan baik. “Buat apa capek-capek lagi, toh sudah pasti akan berhasil dan sukses sudah ada di kantong....”
Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh paranormal, mirip dengan apa yang dilakukan oleh fotografer dengan kameranya: sama-sama “memotret” kondisi SESAAT. Ada beberapa metode yang lazim digunakan paranormal: seperti dengan membaca medan Aura klien, menganalisa akumulasi gelombang emosi dari lingkungan di sekeliling klien, berdasarkan preferensi alam bawah sadar klien atau berdasarkan hubungan kosmis klien dengan alam. Meski rata-rata mengklaim bahwa metodenya sudah berumur “ribuan” tahun, toh yang dilakukan sebenarnya SEDERHANA saja: hanya memotret...!
Lebih celakanya lagi, validitas / keabsahan dari sebuah ramalan otomatis akan GUGUR cukup dalam hitungan menit saja, bila klien yang bersangkutan melakukan tindakan yang di luar koridor dari “pola” tindakannya saat ia diramal. Sebagai contoh:
- Seseorang yang diramal akan celaka, namun ia secara drastis memutuskan untuk menjadi berhati-hati dan menjauhi bahaya, maka ia akan terhindar kecelakaan
- Seseorang yang diramal akan untung besar dari bisnisnya, namun ternyata trend pasar berubah drastis sementara ia gagal beradaptasi, maka ia justru akan merugi
Takdir kerap disalah pahami sebagai harga mati. Padahal konsep takdir itu sengaja diperkenalkan Tuhan pada manusia dengan satu tujuan: membantu manusia memahami cara kerja dari Hukum Alam, Hukum-hukum Tuhan di alam semesta ini. Tak ada yang namanya KEBETULAN karena “akibat” pasti selalu diawali oleh “sebab”.
Apapun yang sudah, sedang ataupun akan terjadi atas diri seseorang, sudah ditetapkan Tuhan sejak awal penciptaan alam semesta ini. Namun semuanya masih berupa POTENSI kemungkinan. Proses kalkulasinya akan melibatkan variabel dalam jumlah tak berhingga dan saling berkaitan. Dan inilah hebatnya, setiap manusia BEBAS untuk memilih variabel-variabel dalam hidupnya.
ANALOGI mekanisme takdir mirip seperti sebuah kalkulator. Bila Anda tekan angka ”5”, tanda “+” dan angka “8” maka hasilnya adalah “13”. Namun bila Anda tekan angka “9”, tanda “x” dan angka “6” maka hasilnya adalah “54”. Menekan tombol adalah “kerja”, hasil di layar kalkulator adalah “takdir”. Siapakah yang harus menentukan angka dan tanda apa saja yang harus ditekan? Ya manusia itu sendiri... Dan tentunya, BUKAN paranormal.
Lantas adakah suatu CETAK BIRU yang memuat semua potensi takdir dan kalkulasinya? Jawabannya adalah ADA. Sekelompok peneliti dari Cambridge University dengan dikomandoi oleh fisikawan Stephen W. Hawking, sedang mendalami hal ini. Seperti tertera dalam bukunya “The Theory of Everything”, Stephen Hawking dan timnya sedang berupaya memformulasikan rumusan “Grand Theory”, yang memuat segala macam rumus, yang memetakan semua pola hubungan sebab-akibat.
Di kalangan kaum Muslimin dikenal adanya sebuah ciptaan Tuhan yang dahsyat yang bernama Lauh Mahfuz, sebuah “kitab induk” yang memuat segala sesuatu. Meliputi dan “mengikat” Hukum Alam, Potensi Takdir, Ruang, Informasi, dan juga ciptaan dahsyat Tuhan lainnya: Waktu. Di dalam kitab ini, Takdir manusia ditetapkan sebagai modus yang MUNGKIN terjadi, bukan peristiwa mutlaknya, bukan pula panjang-pendeknya.
Sukses merupakan hak, sekaligus merupakan PILIHAN. Kita sendirilah yang menentukan takdir kita kelak. Sukses bergantung dari upaya yang kita pilih, dan kualitas kita dalam memilih akan terus “diperkaya” oleh informasi yang selalu dihadirkan oleh-Nya. Ditulis oleh Tommy Setiawan, seorang trainer, penulis dan pengamat industri MLM.
Tommy dapat dihubungi melalui blowbytommy@yahoo.com atau melalui 0812 80 56772.
No comments:
Post a Comment