Cara Mengatasi Anak yang Lelet

Disarikan Oleh : Rosidin dari Facebook Anak Sholeh
Dalam Tulisan ini saya mencoba mensarikan bagaimana caranya mengatasi anak yang Lelet terutama dalam melaksanakan aktivitas dia dalam Belajar diantaranya :
1. Ketahuilah yang membuat anak tidak mandiri terbesar adalah pola asuh kita sendiri yakni ketidaktegaan dan ketidaktegasan orang tua untuk anak merasa rugi jika dia tidak melaksanakan agenda-agendanya sendiri secara teratur.
2. Buat kesepakatan dengan anak agar keperluan sekolah sejak kelas 4 SD misalnya sudah harus dia sendiri yang menyiapkan. Ibu tidak akan membantu menyiapkan, bukan karena ibu tak sayang. justru ibu sayang kamu agar kamu dapat menjadi tidak tergantung sama ibu setelah dewasa.
Jika karena perbuatannya berdampak merugikan bagi dirinya sendiri, misalnay sesekali terlambat, bukunya ketinggalan di rumah, pinsilnya ketinggalan. Biarkan anak ibu merasa ‘kerugian’ dan akibat dari perbuatannya itu sendiri. Self consequense ini sangat penting untuk anak terus berubah sikapnya menjadi lebih baik.
persis ketika kamarnya acak2an misalnya. anak2 kelas 4 SD paling telah sudah harus merapikan kamarnya sendiri dan tak boleh dirapikan sama pembantu atau orangtuanya. Saat anak tak mau merapikannya, sesekali biarkan ia merasa tak nyaman dengan kusutnya kamarnya. satu saat ia akan merasakan dampak dari perbuatannya itu misalnya cari barang di kamarnya jadi susah, dst… (lihat tuisan kami sebelumnya berjudul “FOKUSLAH PADA SOLUSI YANG DIKERJAKAN, BUKAN MASALAHNYA”)
3. Jangan banyak nasihat dan ngomong setelah anak merasa kerugian dari akibat perbuatannya: cukup dengan mendengarkannya. biarkan ia mengungkap kesal, marah atau sedihnya setelah itu dukung ia dengan kalimat2 positif dan biarkan ia yang membuat kesimpulan sendiri sehingga akhirnya mendorong ia bertekad sendiri seperti ” abang kesal ya.. jadi gimana bagusnya menurut abang agar abang tak ketinggalan buku lagi ya? abang ada ide?”
kecuali ia meminta pendapat ibu. baru ibu jawab “bagaimana agar tak susah lagi abang siapkan dari sore?”
intinya, jka Anda mau anak Anda berkembang ke arah kemandirian BERIKAN IA KESEMPATAN. Jauhkan dari intervensi. TEgas, tegas dan tegas. Banyak berindak dalam mendidik anak lebih baik daripada banyak ngomongin anak.
Demikianlah kiat kiat bagaimana cara cara mendidik anak kita yang kadang banyak memusingkan kita 700 ( tujuh ratus ) keliling, semoga tulisan ini bisa sedikit memberikan solusi dalam mengatasi problem kita dalam mendidik anak ke arah kemandirian, sehingga anak kita bisa memahami apa yang diinginkan oleh orang tua-nya, tentunya ke arah perubahan yang lebih baik. Smoga. Amin

Bicara Kepada Hati


By Imas Masitoh; Guru SD SSN Islamic Village
Pernahkah kau merenung saat melihat matahari di siang hari begitu terik menerangi bumi? Pernahkah kau berpikir saat berdiri di pinggir pantai menatapi gulungan ombak di laut yang deburannya terasa menggetarkan hati? Pernahkah terbersit dalam pikiranmu, mengapa itu semua terjadi? Apakah tujuan Allah dalam setiap fenomena alam yang ada?
Allah Maha Kuasa atas matahari yang diciptakanNya untuk membantu aktivitas manusia di bumi agar manusia dapat memanfaatkan segala potensi alam ciptaanNya. Allah Maha Mengetahui atas angin yang dibiarkanNya menggulung ombak dan membuat manusia dapat memanfaatkan segala potensi laut ciptaanNya
Pernahkah kau merenung saat mendapati dirimu masih bisa bernafas hari ini dan merasakan kembali indahnya hidup?
Pernahkah kau berpikir saat berjalan menuju sekolah untuk mengajar dan menyadari bahwa kita adalah seorang guru yang dinanti – nantikan muridnya ?
Pernahkah terbersit dalam pikiranmu, mengapa itu semua terjadi? Apakah tujuan Allah dalam setiap misteri kehidupan yang kau miliki?
Allah Maha Kuasa atas berkahNya yang diberikan pada kita untuk kembali menghirup segarnya kehidupan di hari ini agar kita dapat kembali memperbaiki diri dan sedikit mencoba memperbaiki pembelajan selama ini kepada anak didik kita.
Allah Maha Mengetahui atas karuniaNya yang dianugerahkan pada kita untuk mengajar dan mendidik anak didik kita demi sebuah tugas mulia.
Pernahkah kau bertanya, untuk apa aku menjadi seorang guru ?
Namun, sebelum kita menanyakannya pada Sang Maha Pencipta..
Dia telah menjawabnya dalam Al-Qur’an
“Dan tidaklah kuciptakan jin dan manusia selain untuk beribadah kepadaKu”
( Adz_Dzariyat : 56)
Saat kita mampu untuk merenung..
Apa yang Allah inginkan dari kita sebagai seorang Guru?
Apakah untuk sebagai pelarian karena tidak ada pekerjaan lain? Apakah hanya memakmurkan diri sendiri?
Apakah untuk mengambil keuntungan setinggi-tingginya dari murid?
Apakah untuk hal duniawi?
Ingatlah.
Allah memberikan kita amanah untuk menjadi guru dengan tujuan agar kita beribadah padaNya, bukan yang lain…
Karena sejatinya, apapun pekerjaan kita, kita tetaplah hambaNya, khalifah di muka bumi, penerus perjuangan Rasulullah tercinta..
Maka …. yakinlah dengan profesi kita sebagai guru . Dengan keyakinan akan menghantarkan kita pada tujuan hidup hakiki. Yakinlah, bahwa jika kita tidak menjadi guru, segalanya tidak akan berjalan dengan baik, bahkan dunia pendidikan akan pincang?
Kalau kita masih penuh dengan keraguan.
Yuk…. kita bersama – sama mengucapkan “ Alhamdulillah “
Karena kita masih mendapatkan kesempatan untuk berfikir ulang terhadap diri kita
dan profesi kita.
Ibarat kita membangun kembali rumah yang pondasinya sudah ada tapi karena kita akan membangun dengan lebih besar, lebih banyak beban maka semestinya fondasinya kita cek kembali. Mampukah ia menahan beban yang berat ? jika tidak, saatnyalah kita memperkuat fondasinya kembali.
Fondasi bagi perkembangan diri kita adalah cara pandang
dan keyakinan kita terhadap profesi kita.
jika cara pandang kita sudah baik, maka apapun rencana perubahan pengajaran
dan perkembangan profesi yang akan dijalani tidak akan bermasalah.
Merenunglah dan ciptakan rasa syukur
karena kita dilahirkan dua kali. Pertama, melalui rahim ibu kita
kedua, melalui keyakinan hidup kita. Kelahiran kedua inilah yang akan membuat kita menjadi manusia utuh.
Rasa syukur akan memberi kita peluang lebih untuk terus menegakkan keyakinan hidup kita,
sampai kita memperoleh output terbaik. Rasa syukur memberikan kesempatan untuk secara pro– aktif memperbaiki diri kita secara terus menerus karenanyalah kemampuan dan kekayaan akan menjadi teman untuk kebaikan pengajaran kita.
Manusia – manusia yang mengalami krisis iman dan keyakinan selamanya akan berada dalam kesengsaraan, kepedihan, dan kehinaan. Tak ada sesuatu yang dapat membuat kebahagiaan jiwa kita, membersihkannya, menyucikannya selain keyakinan pada hidup dan keimanan kepada Allah.
“ Barangsiapa mengerjakan amal sholeh, baik laki – laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan “.
( Q.S. An – Nahl : 97 )
Kita menjadi guru untuk menciptakan generasi penerus, menjadikan anak didik kita mujahid – mujahidah yang tangguh dengan azzam kuat demi ibadah kepadaNya..
Kita menjadi Guru karena Allah Maha Kuasa atasnya.

Teacher is …



Berikut ini ada 6 definisi Guru menurut Tony Buzan, Inventor Mind Map dan  seorang ahli manajemen otak, yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru berperan dalam ‘pendidikan’.
1. Teacher is primarily responsible for the future.
Guru paling bertanggung jawab akan masa depan. Bagaimana memanfaatkan ‘kuasa’ ini menjadi signifikan, karena ini adalah kutukan dan berkat menjadi seorang guru.
2. Teacher is the rescuer of human creativity.
Guru adalah penyelamat kreativitas umat manusia. Tony Buzan berbicara mengenai sebuah riset tentang kreatifitas. Riset ini menghitung kreatifitas manusia dalam usia tertentu. Hasil yang diperoleh ternyata cukup menarik. Skor kreativitas anak TK ternyata 95 plus! Anak SD 75, anak SMP-SMA 50, anak kuliahan 25, dan orang dewasa 10 (bahkan ada yang minus!). Beliau mengacu kepada sistem pendidikan selama ini. Katanya, ini bukan karena kegagalan pendidikan, ini akibat ‘pendidikan yang buruk, karena menurutnya ‘pendidikan yang baik’ tidak akan gagal. Menurut Tony, jika pendidikan dan proses belajar dilakukan dengan benar, maka seharusnya otak manusia itu akan menjadi semakin baik-semakin kreatif seiring bertambahnya usia.
Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh ‘genius-genius’ dalam sejarah. Verdi seorang komponis terkenal masa lalu membuat komposisi terbaiknya dalam usia 90an tahun, begitu pula dengan Mozart dan Beethoven. Leonardo da Vinci atau Thomas Edison juga semakin banyak menemukan ‘temuan-temuan’ di usia ‘senja’. Salah satu contoh mutakhir ada di Italia, Rita Levi Montalcini, ilmuwan peraih nobel bidang kedokteran yang telah berusia seabad (tepat pada 20 April 2009). Dalam sambutannya, ia menyatakan bahwa dirinya merasa ingatannya menjadi semakin tajam dibandingkan kala ia berusia 20 tahun, Rita dianugrahi kehormatan sebagai ‘senator seumur hidup’ oleh pemerintah Italia (Koran Tempo, 20 April 2009, halm.B8 kolom 1). Jadi, mereka semua itu cocok dengan peribahasa: ‘tua-tua keladi, semakin tua semakin jadi!’
3. Teacher has the privilege of helping the students mine the gold mind.
Guru adalah orang yang memiliki kesempatan untuk membantu siswa memiliki otak yang luar biasa. Tony Buzan menceritakan perkembangan umat manusia dari era ke era, mulai dari 10ribu tahun lalu era agrarian, 200 tahun lalu era industri, era informasi (50 tahun lalu), era pengetahuan (17 tahun lalu), era manajer pengetahuan (otak atau kecerdasan). Kita merasakan informasi menjadi terlalu banyak (information overload) dan semakin banyak sejak era informasi, dalam era pengetahuan kita mencari cara bagaimana kita dapat me-manage pengetahuan itu, tetapi hal itu belum dapat menjadi solusi yang efektif selama kita belum dapat me-manage si manager pengetahuan itu sendiri yaitu otak (kecerdasan)! Dalam ESN ini ada seorang anak yang berkesempatan memberitahukan manfaat ‘mind map’ dalam meningkatkan nilainya di sekolah. Si anak berkata dulu ia hanya mendapatkan nilai 4 di sekolah dan setelah menggunakan metode ‘mind map’ untuk belajar ia mendapatkan nilai 9! Orangtua si anak sempat dipanggil oleh kepala sekolah karena ‘lompatan’ prestasi anaknya ini…
4. Teacher is the person who helps the students nurtures the gardens of multiple intelligences.
Guru adalah orang yang membantu siswa membesarkan kecerdasan majemuk mereka. Tony Buzan menyatakan bahwa saat ini manusia berada dalam era kecerdasan majemuk. Guru sebaiknya mengerti bagaimana mengintegrasikan proses belajar sedemikian rupa sehingga siswa berkesempatan menumbuhkembangkan seluruh potensi kecerdasan majemuk dalam diri mereka masing-masing. Tidak melulu kecerdasan verbal dan numerical, tetapi juga bagaimana mengembangkan potensi kecerdasan fisik (how to stay fit) dan sensory (visual-auditory-kinesthetic), kecerdasan sosial (how to make friends), kecerdasan personal (how to be a good friend, be confident), kecerdasan spiritual (termasuk peduli lingkungan, sadar akan nilai moral dan etika). Seorang rekan Tony Buzan juga menyatakan bahwa di masa depan, sekolah-sekolah akan menghadapi persoalan tentang bagaimana mereka mengakomodasi filosofi kecerdasan majemuk ini dalam sistem mereka.
5. Teacher is shepherd of daydreams who works with students to help make it come true.
Guru adalah penuntun impian siswa dengan membantu mereka menentukan apa yang berharga untuk mereka impikan dan mewujudkan apa yang mereka impikan. Menurut Tony Buzan, ‘bermimpi/melamun’ adalah sebuah skill dalam otak manusia yang terletak di otak bagian kanan (seperti ditemukan Prof.Roger Sparry seorang peraih nobel). Jadi guru didorong untuk ‘memandu’ lamunan/impian siswa dan memanfaatkannya dalam proses belajar.
6. Teacher is the person who launches the child on the exploration of its own infinite universe.
Guru adalah seorang yang mampu melepaslandaskan siswanya dalam mengeksplorasi dunia dan masa depan mereka yang tanpa batas. Otak tidak bekerja secara sebelah-sebelah. Otak kiri dan kanan bekerja secara sinergis. Jika saja guru tahu bagaimana membuat kedua belahan otak seorang siswa saling bersinergi maka si guru akan berhasil membebaskan ‘kreatifitas tidak terbatas’ siswa tersebut.
Silahkan dishare pendapat Tony Buzan tersebut. Atau mungkin Anda akan menambahkan definisi lain, monggo !

Guru yang Kreatif


Lima langkah berikut bisa membantu Anda menjadi Guru yang Kreatif.
1. Guru menciptakan susasana kelas yang aman dan nyaman secara emosional dan intelektual
Terkadang siswa punya banyak pertanyaan dibenaknya, tetapi ada semacam perasaan malu dan takut, dikira bodoh jika melontarkan pertanyaan. Sebagai guru, kerja keras kita salah satunya adalah menciptakan kelas yang memberikan keamanan secara emosional bagi siswa. Memang agar menjadi siswa yang percaya diri mereka perlu mengambil resiko, tetapi di lingkungan yang tidak mendukung kenyamanan secara emosional, siswa akan berpikir 1000 kali untuk mau bertanya dan berpendapat.
Anda juga bisa membuat peraturan kelas yang isinya antara lain ‘Tidak boleh merendahkan atau meremehkan pendapat orang lain’ Jangan lupa anda juga memberi contoh dahulu kepada siswa untuk mengucapkan terima kasih dan menghargai untuk setiap pertanyaan, atau pendapat dari siswa anda. Jika ini terjadi dikelas anda, dijamin kelas akan berubah menjadi kelas yang setiap individu didalamnya saling mendukung dan mudah untuk berkolaborasi dalam berpengetahuan.
Tidak hanya sampai disitu saja, kelas yang membuat guru menjadi guru kreatif semestinya juga aman secara intelektual. Siswa bisa mandiri dan mengerti dimana letak alat tulis, dikarenakan semua hal dikelas sudah disiapkan dengan rapih dan terorganisir. Siswa tahu apa yang harus dikerjakan dikarenakan instruksi penugasan yang jelas oleh guru. Tidak hanya jelas tetapi juga menantang dengan demikian siswa bisa mengekpresikan kemampuannya dalam mengerjakan tugas yang guru berikan.
2. Guru mengukur dengan hati, seberapa besar keterlibatan (engagement) siswa dalam tugas yang ia berikan.
Saya jadi ingat sebuah pertanyaan yang bersifat reflektif mengenai cara kita mengajar dan membelajarkan siswa. Pertanyaan nya begini “Jika saya adalah murid saya sekarang, seberapa senang saya diajar oleh guru seperti saya?”
Seorang guru yang ahli mampu menciptakan suasana kelas yang aktif dalam pembelajaran di kelas yang diajarnya dalam presentasi keterlibatan yang penuh alias 100 persen. Artinya, misalkan seorang guru mengajar selama 40 menit, maka selama 40 menit itu pulalah, siswa belajar dengan aktif dan terlibat penuh dalam pembelajaran.
Tentu tidak dalam semalam semua guru bisa 100 persen menciptakan kelas yang aktif. Namun membutuhkan latihan dan latihan. Tetapi jalan kesana akan lebih cepat apabila kita mau jujur bertanya pada diri sendiri “Seberapa besar siswa aktif atau terlibat penuh dalam pembelajaran yang saya lakukan?”.
3. 5 menit terakhir yang menentukan
Jadikan 5 menit terakhir pembelajaran anda untuk merangkum, berbagi atau berefleksi mengenai hal yang siswa sudah lakukan selama pembelajaran. Bagilah menjadi dua pertanyaan besar, misalnya bagian mana yang paling berat dilakukan dan susah dimengerti. Pertanyaan selanjutnya, pengetahuan baru apa yang kamu dapatkan hari ini? Dengan demikian membuat siswa berdialog dengan dirinya sendiri mengenai proses belajar yang telah dilakukannya.
4. Guru menciptakan budaya menjelaskan, bukan budaya asal menjawab dengan betul.
Ciri-ciri sebuah pertanyaan yang baik adalah pertanyaannya hanya satu tetapi mempunyai jawaban yang banyak. Bandingkan dengan jenis pertanyaan yang hanya mempunyai satu jawaban. Hal yang terjadi siswa akan berlomba menjawab dengan benar dengan segala cara. Termasuk mencontek misalnya.
Sebagai guru budayakan pola perdebatan atau percakapan akademis di kelas kita. Saat mendengarkan rekan mereka berbicara dan berargumen, mereka akan belajar memilih dan membandingkan pendekatan atau cara yang orang lain lakukan untuk menjawab sebuah masalah yang guru berikan.
Sebagai guru saat memberikan soal berikanlah siswa beberapa peluang kemungkinan dalam menjawab sebuah soal. Misalnya soal yang bapak berikan ini punya tiga alternatif, bisa kah kamu menemukan ketiga-tiganya?
5. Guru mengajarkan kesadaran siswa dalam memandang sebuah pengetahuan.
Saat mengajarkan siswa, dikarenakan keterbatasan kita, terkadang kita sudah membuat mereka menebak atau mengarang-ngarang sebuah jawaban demi mendapatkan hasil yang benar. Hal ini siswa lakukan secara sadar atau tidak sadar. Untuk itu mari kita letakkan gambar dibawah ini disamping soal yang kita berikan kepada siswa di kertas soal.

(Sumber : http://jisc.eramuslim.com/gentong_ilmu)

Pendidikan Adalah Proses Memuliakan Manusia

Penulis:  Drs. Rosidin,  Guru Ciri Khas SMA Islamic Village Tangerang Banten
” Pendidikan adalah Proses Memanusiakan Manusia ” Pada dasarnya manusia memiliki Fitrah kemanusiaan yang cenderung kepada hal-hal yang baik dan serba ingin tahu, namun di sisi lain manusia terkadang menjadi beringas, tamak dan rakus melebihi nafsu hewani yang justru bisa merusak unsur unsur kemanusiaan yang ada dalam dirinya sendiri.
Lalu untuk memanusiakan manusia diperlukan usaha yang sungguh sungguh, sistematis dan terprograma, untuk mencapai usaha tersebut yaitu melalui proses pendidikan sebab pendidikan itu pada hakikatnya adalah pembentukan prilaku hidup yang menumbuhkan, memupuk dan membangun fitrah manusia sehingga ia sanggup menjadi manusia yang sebenarnya manusia yaitu minimal bisa hidup mandiri, wajar dan bermanfaat bagi manusia lain ” ANFA’UHUM LIN NAS”
Dalam diri manusia itu terdapat arketipe yang disebut wanderer atau pengelana baik secara fisik maupun intelektual, rasa ingin tahu selalu menggerakan seseorang tidak tinggal diam. Dengan demikian sepanjang sejarah manusia selalu terlibat dalam petualangan intelektual, melakukan trial and eror, walau bersifat coba coba dan salah. Hal tersebut merupkan gambaran jiwa manusia yang selalu mencoba dan menggali hal hal baru dan harus siap menerima kegagalan. Setiap generasai yang lahir meneruskan petualangan intelektual generasi berikutnya, sehingga horizon pengetahuan dan pengalaman manusia selalu melebar dari zaman ke zaman . Proses pelebaran batas pengetahuan inilah yang disebur “research” yaitu menggali dan menggali pengetahuan yang tersembunyi sehingga frontier ( garis perbatasan ) dari khazanah penngetahuan yang terus diraihnya terus melebar. Dalam ilmu, dibedakan antara “frontier” dan “limit” (garis akhir) sehingga dibalik perbatasan ilmu ( frontier ) masih terbentang wilayah riset yang menyimpan ilmu pengetahuan yang belun tergali.
Kesadaran akan perbedaan antara garis perbatasan dan garis batas ini adalah analogi dengan kesadaran bahwa akal manusia terbatas, tetapi tidak tahu persis sampai di mana batas akhir kemampuan akal untuk berpikir dan memproduksi pengetahuan baru. Disisi lain rasa keingin tahuan seseorang bisa dimanfaatkan oleh para pemberi suplay nilai (guru) sehingga bisa memberi dampak dan berpengaruh pada pendidikan anak, dalam hal ini pendidikan agama harus menjadi prioritas utama dalam menentukan alur kehidupan anak didik, namun perlu penulis garis bawahi bahwa penanaman nilai keagamaan kepada anak bukan sekedar memberi pemahaman tentang ibadah ritual saja sementara aplikasi dalam kehidupan sehari hari tidak dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan oleh system nilai itu sendiri, sebab agama langit ini benar-benar harus menancap di bumi, yakni hadir dalam hati manusia, sehingga apa yang menjadi tindakan dan prilakunya akan mewarnai kehidupan dirinya dan mewarnai etika serta norma yang berlaku di masyarakat, jika hal ini bisa kita lakukan maka pengaruh pendidikan agama terhadap pendidikan anak benar benar akan terwujud.
Kenapa pendidikan agama dalam hal ini menjadi penting dalam mempola pendidikan anak , jawabannya adalah, hal ini akan menjadi penting, apabila dalam menanamkan pendidikan agama tidak sekedar penanaman nilai ibadah dalam penegertian yang sempit ( hanya ibadah ritual saja ), Bukankah lebih dari separuh ayat Al Qur’an yang menerangkan kehidupan social ketimbang tentang ibadah mahdhoh, bahkan dalam referensi apapun termasuk di dalam petunjuk Ilahi bahwa dalam menjalani kehidupan ini diperlukan kecerdasan spritual dan kecerdasan sosial , mari kita lihat kontek ayat di bawah ini , tercantum dalam Al Qur’an Surat Ass Shaff ( 61 ) : 10 – 11
10. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Dari pernyataan ayat di atas memberikan gambaran dan pelajaran bagi kita bahwa ternyata Islam adalah agama kehidupan yang sangat membumi, artinya kehidupan ini akan baik tertib dan teratur apabila kita mau diatur oleh ajaran Ilahi yang sangat Universal dan General ” Rahmatan Lil ‘alamin”. Selain itu Islam tidak sekedar mengatur pola peribadatan ritual saja seperti Sholat, Zakat, Puasa dan Hajji saja, akan tetapi Implementasi dari Ibadah ritual tadi sungguh sangat berperan serta dalam mengatur kehidupan bermasyarakat baik yang bersifat pribadi ( Personality ) sampai yang bersentuhan lansung dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. ( Kolektifitas )
Persoalannya sekarang adalah maukah kita memahami dan mengamalkannya. Sementara selama ini sebagaian besar pemahaman terhadap agama presefsinya hanyalah mengatur Ibadah ritual saja, sedangkan esensi dari pelaksanaan dari ibadah ritual harus diimplementasikan terhadap kehidupan sehari hari.
Pemahaman kita selama ini tentang pengertian orang yang sholeh adalah orang yang rajin dalam melaksanakan ibadah ritual saja, seperti sholat zakat puasa dan sebagainya sehingga kita larut dalam ibadah mahdhoh, namun disisi lain ada ibadah social yang yang terabaikan seperti kelaparan, kemiskinan, pengangguran hingga persoalan dunia Internasional.
Oleh karena itu, untuk meluruskan pemahaman tersebut mari kita tanamkan kepada anak didik kita bahwa pendidikan merupakan pembentukan prilaku hidup, maka peranan Pendidikan agama akan sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak apabila paradigma berpikir yang sudah menjadi keyakinan itu sedikit demi sedikit kita perbaiki, disisi lain para praktisi pendidikan dan penyelenggara pendidikan seiring sejalan bersama sama menjadi Qudwah ( Contoh prilaku yang menjadi panutan anak didik ) Selain dari itu karena pendidikan menumbuhkan, memupuk dan membangun Fitrah manusia ( anak didik ) maka peranan Guru harus menjadi motivator dan innovator terhadap anak didiknya, dengan kata lain dramatisasi guru di hadapan anak didik peranannya jangan sampai kalah perannya dengan acara enterteiment di Televisi seperti; INBOX di SCTV, DAHSYAT di RCTI, MANTAP di ANTV dan bahkan yang sedang merajalela di dunia maya adalah FACEBOOK, kesemuanya itu cukup melingkari kehidupan anak didik kita. Hal tersebut di atas sudah barang tentu tidak bisa kita pungkiri dan kita hindari karena memang itu sudah merupakan bagian dari perjalanan dunia dan putaran kehidupan yang terus berjalan dan berputar.
Dengan demikian segera kita sadari bersama bahwa Pendidikan adalah usaha mulia dalam membangun Fitrah kemanusiaan, maka sekali lagi Guru sebagai Pendidik sudah semestinya mengambil perananan yang oftimal dalam memupuk ruh, jiwa akhlak mulia, kesadaran dan kedisiplinan, sehingga Proses Pendidikan dalam Memanusiakan Manusia akan berpengaruh terhadap pendikan anak.
Lalu kenapa ruh yang menjadi bidikan kita dalam mendidik, karena selain ruh berasal dari Allah juga di dalam ruh ada fitrah kemanusiaan yang cenderung suci dan baik, disisi lain ruh memerlukan konsumsi yang sangat sacral yakni pendidikan agama, dengan kata lain seberapa gemerlapnya kehidupan dunia material, betapa majunya dunia teknologi informasi ( IT ), ruh tetap memerlukan makanan dunia kebenaran dan dunia kejujuran, sikap kamuflase,munafik dan oportunis adalah limbah kehidupan imaterial yang tidak diperlukan oleh ruhani kita. Oleh sebab itu di sini ada lorong yang kosong untuk memerankan pendidikan agama dalam proses pendidikan anak baik usia dini maupun usia remaja dan dewasa, pendidikan agama akan menjadi penting apabila kita mampu menangkap dengan cerdas kebutuhan ruhani tadi selama konsumsi keruhanian itu diperlukan dan pasti diperlukan karena energi ruhani bisa digerakan apabila diberi makanan ruh ilahiyah yang teramu dalam pendidikan agama itu sendiri.
Dalam hal ini penulis bukan berarti mengesampingkan arti penting pendidikan di luar pendidikan agama, bahkan sekiranya masih ada dikotomi pendidikan agama dan pendidikan umum mungkin bisa dikatakan paradigma pemikiran yang keliru, karena semua ilmu berasal dari Allah, sekalipun kiranya masih ada pemikiran yang begitu, mungkin yang dimaksud pendidikan umum adalah pelajaran umum yang terangkum dalam pelajaran exact, ilmu ilmu sosial dan sebagainya. Sebenarnya pemikiran kita tidak akan terdikotomi apabila semua pelajaran yang dianggap umum tadi diwarnai dengan nilai nilai Ilahiyah.
PENDIDIKAN ADALAH PROSES MEMANUSIAKAN MANUSIA
Created By : Rosidin, Drs.
Guru Ciri Khas SMA ISLAMIC VILLAGE
TANGERANG – BANTEN
” Pendidikan adalah Proses Memanusiakan Manusia ” Pada dasarnya manusia memiliki Fitrah kemanusiaan yang cenderung kepada hal-hal yang baik dan serba ingin tahu, namun di sisi lain manusia terkadang menjadi beringas, tamak dan rakus melebihi nafsu hewani yang justru bisa merusak unsur unsur kemanusiaan yang ada dalam dirinya sendiri.
Lalu untuk memanusiakan manusia diperlukan usaha yang sungguh sungguh, sistematis dan terprograma, untuk mencapai usaha tersebut yaitu melalui proses pendidikan sebab pendidikan itu pada hakikatnya adalah pembentukan prilaku hidup yang menumbuhkan, memupuk dan membangun fitrah manusia sehingga ia sanggup menjadi manusia yang sebenarnya manusia yaitu minimal bisa hidup mandiri, wajar dan bermanfaat bagi manusia lain ” ANFA’UHUM LIN NAS”
Dalam diri manusia itu terdapat arketipe yang disebut wanderer atau pengelana baik secara fisik maupun intelektual, rasa ingin tahu selalu menggerakan seseorang tidak tinggal diam. Dengan demikian sepanjang sejarah manusia selalu terlibat dalam petualangan intelektual, melakukan trial and eror, walau bersifat coba coba dan salah. Hal tersebut merupkan gambaran jiwa manusia yang selalu mencoba dan menggali hal hal baru dan harus siap menerima kegagalan. Setiap generasai yang lahir meneruskan petualangan intelektual generasi berikutnya, sehingga horizon pengetahuan dan pengalaman manusia selalu melebar dari zaman ke zaman . Proses pelebaran batas pengetahuan inilah yang disebur “research” yaitu menggali dan menggali pengetahuan yang tersembunyi sehingga frontier ( garis perbatasan ) dari khazanah penngetahuan yang terus diraihnya terus melebar. Dalam ilmu, dibedakan antara “frontier” dan “limit” (garis akhir) sehingga dibalik perbatasan ilmu ( frontier ) masih terbentang wilayah riset yang menyimpan ilmu pengetahuan yang belun tergali.
Kesadaran akan perbedaan antara garis perbatasan dan garis batas ini adalah analogi dengan kesadaran bahwa akal manusia terbatas, tetapi tidak tahu persis sampai di mana batas akhir kemampuan akal untuk berpikir dan memproduksi pengetahuan baru. Disisi lain rasa keingin tahuan seseorang bisa dimanfaatkan oleh para pemberi suplay nilai (guru) sehingga bisa memberi dampak dan berpengaruh pada pendidikan anak, dalam hal ini pendidikan agama harus menjadi prioritas utama dalam menentukan alur kehidupan anak didik, namun perlu penulis garis bawahi bahwa penanaman nilai keagamaan kepada anak bukan sekedar memberi pemahaman tentang ibadah ritual saja sementara aplikasi dalam kehidupan sehari hari tidak dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan oleh system nilai itu sendiri, sebab agama langit ini benar-benar harus menancap di bumi, yakni hadir dalam hati manusia, sehingga apa yang menjadi tindakan dan prilakunya akan mewarnai kehidupan dirinya dan mewarnai etika serta norma yang berlaku di masyarakat, jika hal ini bisa kita lakukan maka pengaruh pendidikan agama terhadap pendidikan anak benar benar akan terwujud.
Kenapa pendidikan agama dalam hal ini menjadi penting dalam mempola pendidikan anak , jawabannya adalah, hal ini akan menjadi penting, apabila dalam menanamkan pendidikan agama tidak sekedar penanaman nilai ibadah dalam penegertian yang sempit ( hanya ibadah ritual saja ), Bukankah lebih dari separuh ayat Al Qur’an yang menerangkan kehidupan social ketimbang tentang ibadah mahdhoh, bahkan dalam referensi apapun termasuk di dalam petunjuk Ilahi bahwa dalam menjalani kehidupan ini diperlukan kecerdasan spritual dan kecerdasan sosial , mari kita lihat kontek ayat di bawah ini , tercantum dalam Al Qur’an Surat Ass Shaff ( 61 ) : 10 – 11
10. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Dari pernyataan ayat di atas memberikan gambaran dan pelajaran bagi kita bahwa ternyata Islam adalah agama kehidupan yang sangat membumi, artinya kehidupan ini akan baik tertib dan teratur apabila kita mau diatur oleh ajaran Ilahi yang sangat Universal dan General ” Rahmatan Lil ‘alamin”. Selain itu Islam tidak sekedar mengatur pola peribadatan ritual saja seperti Sholat, Zakat, Puasa dan Hajji saja, akan tetapi Implementasi dari Ibadah ritual tadi sungguh sangat berperan serta dalam mengatur kehidupan bermasyarakat baik yang bersifat pribadi ( Personality ) sampai yang bersentuhan lansung dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. ( Kolektifitas )
Persoalannya sekarang adalah maukah kita memahami dan mengamalkannya. Sementara selama ini sebagaian besar pemahaman terhadap agama presefsinya hanyalah mengatur Ibadah ritual saja, sedangkan esensi dari pelaksanaan dari ibadah ritual harus diimplementasikan terhadap kehidupan sehari hari.
Pemahaman kita selama ini tentang pengertian orang yang sholeh adalah orang yang rajin dalam melaksanakan ibadah ritual saja, seperti sholat zakat puasa dan sebagainya sehingga kita larut dalam ibadah mahdhoh, namun disisi lain ada ibadah social yang yang terabaikan seperti kelaparan, kemiskinan, pengangguran hingga persoalan dunia Internasional.
Oleh karena itu, untuk meluruskan pemahaman tersebut mari kita tanamkan kepada anak didik kita bahwa pendidikan merupakan pembentukan prilaku hidup, maka peranan Pendidikan agama akan sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak apabila paradigma berpikir yang sudah menjadi keyakinan itu sedikit demi sedikit kita perbaiki, disisi lain para praktisi pendidikan dan penyelenggara pendidikan seiring sejalan bersama sama menjadi Qudwah ( Contoh prilaku yang menjadi panutan anak didik ) Selain dari itu karena pendidikan menumbuhkan, memupuk dan membangun Fitrah manusia ( anak didik ) maka peranan Guru harus menjadi motivator dan innovator terhadap anak didiknya, dengan kata lain dramatisasi guru di hadapan anak didik peranannya jangan sampai kalah perannya dengan acara enterteiment di Televisi seperti; INBOX di SCTV, DAHSYAT di RCTI, MANTAP di ANTV dan bahkan yang sedang merajalela di dunia maya adalah FACEBOOK, kesemuanya itu cukup melingkari kehidupan anak didik kita. Hal tersebut di atas sudah barang tentu tidak bisa kita pungkiri dan kita hindari karena memang itu sudah merupakan bagian dari perjalanan dunia dan putaran kehidupan yang terus berjalan dan berputar.
Dengan demikian segera kita sadari bersama bahwa Pendidikan adalah usaha mulia dalam membangun Fitrah kemanusiaan, maka sekali lagi Guru sebagai Pendidik sudah semestinya mengambil perananan yang oftimal dalam memupuk ruh, jiwa akhlak mulia, kesadaran dan kedisiplinan, sehingga Proses Pendidikan dalam Memanusiakan Manusia akan berpengaruh terhadap pendikan anak.
Lalu kenapa ruh yang menjadi bidikan kita dalam mendidik, karena selain ruh berasal dari Allah juga di dalam ruh ada fitrah kemanusiaan yang cenderung suci dan baik, disisi lain ruh memerlukan konsumsi yang sangat sacral yakni pendidikan agama, dengan kata lain seberapa gemerlapnya kehidupan dunia material, betapa majunya dunia teknologi informasi ( IT ), ruh tetap memerlukan makanan dunia kebenaran dan dunia kejujuran, sikap kamuflase,munafik dan oportunis adalah limbah kehidupan imaterial yang tidak diperlukan oleh ruhani kita. Oleh sebab itu di sini ada lorong yang kosong untuk memerankan pendidikan agama dalam proses pendidikan anak baik usia dini maupun usia remaja dan dewasa, pendidikan agama akan menjadi penting apabila kita mampu menangkap dengan cerdas kebutuhan ruhani tadi selama konsumsi keruhanian itu diperlukan dan pasti diperlukan karena energi ruhani bisa digerakan apabila diberi makanan ruh ilahiyah yang teramu dalam pendidikan agama itu sendiri.
Dalam hal ini penulis bukan berarti mengesampingkan arti penting pendidikan di luar pendidikan agama, bahkan sekiranya masih ada dikotomi pendidikan agama dan pendidikan umum mungkin bisa dikatakan paradigma pemikiran yang keliru, karena semua ilmu berasal dari Allah, sekalipun kiranya masih ada pemikiran yang begitu, mungkin yang dimaksud pendidikan umum adalah pelajaran umum yang terangkum dalam pelajaran exact, ilmu ilmu sosial dan sebagainya. Sebenarnya pemikiran kita tidak akan terdikotomi apabila semua pelajaran yang dianggap umum tadi diwarnai dengan nilai nilai Ilahiyah.

Pasar Sifat (area : Ucapan)



Di suatu pasar "Sifat" seorang pemuda sedang mencari jati dirinya, ia tertarik melihat teman-teman yang  telah berhasil “membeli” sifat di pasar tersebut. 
Pandangannya pertama kali tertuju pada area “Ucapan”, ketika ia memasuki area tersebut, ia segera dihampiri oleh “PEMBOHONG”.
“Jadi Pembohong saja, sobat!” ajak penjaja kebohongan tersebut.
“Bagaimana caranya?”
“Simple” katanya, “Cukup  mengatakan hal yang tidak sesuai dengan fakta, kamu akan menjadi Pembohong”
  Maka pulanglah pemuda tersebut kembali ke komunitasnya, sehari kemudian ia kembali dengan muka yang memar, dengan nada kesal ia kembali mengatakan “Kenapa kamu bilang menjadi pembohong  itu gampang, buktinya saya babak belur dipukuli teman yang marah karena kebohonganku”
“Benar, menjadi pembohong itu memang gampang, buktinya kamu telah berhasil menjadi seorang pembohong, hanya saja kebohonganmu diketahui, dan ini mesti dipelajari agar tidak  terbongkar kelak” lanjutnya.
“Jadi  bagaimana caranya?”
“Pertama, ketika kita berbohong adalah kita harus kreatif (negatif) mencari fakta baru yang diperkirakan mampu diterima oleh akal sehat sang pendengar, hal ini tidak gampang karena ketika gagal memunculkan fakta tersebut, gelagat ketidakjujuran kita segera tercium oleh sang pendengar dan sang pendengar segera mendirikan pilar-pilar yang menbentengi diri mereka dari kita” katanya.
“Wah, kalau ada pertama, berarti ada langkah berikutnya lagi ya?”
“Benar, langkah kedua, kita harus berusaha mempertahankan fakta palsu itu untuk waktu yang TIDAK TERBATAS, kita harus selalu mengingat kepalsuan yang telah kita ciptakan, hal ini tak gampang karena biasanya hati kecil kita akan segera menolak ketidakjujuran itu berada di sampingnya, kebenaran akan lebih melekat dalam memory kita, terutama ketika kita di hadapkan dengan fakta-fakta lain yang bertentangan dengan hal tersebut”
“WAKTU YANG TIDAK TERBATAS? Mengerikan sekali.” Ucap pemuda itu.
“Belum habis, masih ada yang ketiga, yaitu kita akan selalu was-was mencari-cari alasan-alasan pendukung yang akan muncul secara tiba-tiba jika kita dipertemukan dengan fakta lain yang bertentangan dengan kepalsuan kita dan ....”
“Masih belum habis?” tanya pemuda itu tak sabaran.
“Keempat, kita akan selalu dihantui perasaan bersalah, perasaaan takut akan reaksi orang yang mendengar ketika kebohongan kita terungkap suatu hari”
“Wah, sulit sekali dan tidak mengenakan”
“Makanya, beli saja KEJUJURAN” kata penjaja kejujuran yang kebetulan berada di dekat area tersebut.
“Kenapa aku harus percaya padamu?” tanya pemuda tersebut.
“Sebelum kamu menentukan keputusan, saya bawa Anda pada Pakar RESIKO terlebih dahulu”
  Maka dibawalah sang Pemuda tersebut menemui Pakar Resiko, meninggalkan pejaja Kebohongan yang kehilangan pelangannya.
“Saya mau tahu apa resikonya ketika saya membeli KEBOHONGAN?” tanya Pemuda tersebut kepada pakar Resiko.
“Resiko pertama, masyarakat tidak akan mudah mempercayai kita ketika kita telah diberi lebel “PEMBOHONG”, bahkan ketika kita hendak berlaku jujur sekalipun. Karena begitu lebel tersebut diberikan, maka sekeliling kita segera mendirikan radar-radar yang memantau kelakukan kita, mengklarifikasi kembali setiap ucapan yang keluar dari mulut kita”
“Resiko Kedua, Ketika kita telah berhasil dengan mendapatkan lebel “PEMBOHONG” maka kita juga berhasil menjauhkan orang lain dari diri kita, kita juga berhasil menjauhkan KESEMPATAN yang ada untuk kita. Kita akan segera dijauhi dan be alone, kita menjadi bagian yang tidak disukai”
“Resiko ketiga, umumnya ketika KEBOHONGAN itu terbongkar, masalah yang ditimbulkannya sudah jauh lebih dalam, dan jauh lebih sulit dipecahkan”
“Resiko keempat, kita akan mengalami penderitaan bathin dan ketakutan akan selalu menghantui kita, sepanjang hidup kita”
“Lalu, kenapa begitu banyak yang mau membeli KEBOHONGAN, dan dagangan kebohongan selalu laku keras”  tanya pemuda tersebut dengan nada penasaran.
“Ini karena kesenangan sesaat,  mereka tertarik karena Kemasannya yang menarik, dan penjaja Kebohongan pintar mengelabuhi pembelinya, mereka tidak melihat Efek Samping yang ditimbulkan,  yang sebenarnya telah tertera pada kemasan tersebut walau dengan huruf-huruf yang kecil”
“Baiklah,  menimbang semua masukan yang ada, saya ambil keputusan untuk membeli KEJUJURAN”
  Maka pulanglah pemuda tersebut kembali ke komunitasnya dan beberapa hari kemudian ia kembali lagi ke pasar  “Sifat” tersebut dan kembali berkonsultasi dengan pejaja Kejujuran.
“Sebenarnya, dengan kejujuran saya menemukan banyak kebahagiaan, tapi pada keadaan tertentu saya mengalami peristiwa yang cukup menganjar hatiku” kata pemuda tersebut.
“Apa itu?”
“Begini ceritanya, ketika saya sedang istirhat di depan rumahku, lewat segerombolan pemburu yang bertanya di mana mereka dapat menemukan kawanan burung bangau di kawasan itu, saya lalu memberitahukan mereka. Tapi setelahnya saya merasa bersalah, karena mereka pulang dengan puluhan nyawa burung bangau di tangan mereka, saya merasa ikut menjadi pembunuhnya”
“Ini adalah bagian dari kehidupan, ini adalah hal yang wajar” kata penjaja Kejujuran.
  “Sudahlah, bagusan jadi PENDIAM saja, khan kata orang “Silent is The Gold” ” kata seorang penjaja Diam yang kebetulan mendengar percakapan mereka itu.
“Benar juga” kata pemuda itu, dan ia kembali lagi kepada komunitasnya.  Sejak itu ia menjadi Pendiam, beberapa hari kemudian ternyata ia kembali lagi ke pasar tersebut.
  “Wah, Diam ternyata juga tak begitu bagus, hidup terlalu sepi, dan kemarin saya telah mencelakai seorang buta karena sifat diamku ini” katanya.
“Sebenarnya, apa yang terjadi?”
“Begini ceritanya, ketika saya duduk di depan rumahku, lewat seorang buta yang berjalan menyeberangi sebuah jembatan, kebetulan jembatan itu ada lubang besar, saya mencoba memperingatinya, tapi teringat  telah membeli “DIAM” makanya saya tak bersuara sama sekali, sampai akhirnya si buta itu terjatuh ke dalam lubang itu dan terbawa arus sungai, untungnya ia masih bisa diselamatkan.” Katanya.
  “Makanya milikilah KEBIJAKSANAAN” kata seorang kakek tua yang berjalan dengan santai di depan mereka.
“Kalau begitu saya beli KEBIJAKSANAAN itu” kata sang pemuda.
“Maaf, saya tidak menjual KEBIJAKSANAAN, tapi ia bisa kamu memiliki dengan berjalannya waktu dan bertambahnya kedewasaan dalam hidupmu, KEBIJAKSANAAN tidak untuk diperjualbelikan” kata kakek tua itu lalu berlalu dari hadapan mereka.
  Blink! Blink Blink!  Pemuda itu pun terbangun dari tidurnya.
  Salam Pencerahan
Seng Guan CPLHI
PSDM Siddhi Medan
Sekretaris MBI Medan
Pemilik blog di http://www.sengguan-wisdom.blogspot.com
sengguanjr@yahoo.com

Talenta Dan Karakter Pribadi



Kebaikan adalah bentuk khusus dari kebenaran dan keindahan. Ia adalah kebenaran dan keindahan dalam bentuk perilaku manusia.
- H.A. Overstreet -

Seringkali seseorang lebih mengandalkan kecerdasan dan talentanya untuk meraih keberhasilan dalam karier maupun dunia bisnis. Sesungguhnya untuk menggapai kesuksesan dalam pekerjaan dan bisnis, bukan hanya diperlukan kecerdasan dan telenta yang kuat semata, melainkan juga harus ditambahkan memiliki karakter yang baik.

Memiliki kecerdasan dan talenta yang kuat semata, meskipun mungkin dapat mendukung keberhasilannya, namun belum menjamin keberhasilan yang penuh makna dan memberikan kemuliaan seseorang. Sebaliknya seseorang yang memiliki kecerdasan dan talenta yang kuat, serta didukung dengan karakter yang baik, keberhasilannya akan memberikan makna dan memuliakannya. Karena kekuatan kebaikannya tidak akan pernah bisa disembunyikan dari siapa pun. Karena kekuatan kebaikannya akan memancar keluar dan menarik banyak peluang-peluang bagus dan kemudahan mendekat.

Manusia yang berkarakter baik, artinya mereka memiliki keindahan dalam perilaku dan kebenaran dalam tindakan. Karena kebaikan itu sangat berhubungan erat dengan keindahan perilaku manusia. Karenanya selain memiliki talenta dan kecerdasan, berlakulah baik, bertindaklah mulia agar kekuatan kebaikannya memancar dari diri Anda.

Dalam praktik nyatanya dalam kehidupan pekerjaan dan bisnis misalnya, karakter yang baik dapat tercermin dari senantiasa mengedepankan perilaku kejujuran, bisa dipercaya, memiliki ketekunan, memiliki kepedulian atau empati, kerjasama yang baik, bertanggung jawab dan mengembangkan sifat-sifat kemuliaan yang bersumber dari dalam hatinya.

Cara terbaik dalam membangun kebaikan pribadi adalah dengan mengedepankan nilai-nilai kebaikan yang kita yakini dalam hati dalam setiap perilaku kehidupan. Dengan mengedepankan nilai-nilai kebenaran tentang hal-hal yang kita lakukan. Kalau implementasinya dalam organisasi adalah dengan mengedepankan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran tentang hal-hal yang kita lakukan bersama dengan para anggota organisasi maupun dengan orang lain yg berhubungan dengan organisasi bisnis. Itulah cara terbaik dalam mengembangkan kebaikan pribadi dan dalam memperlakukan orang lain, apakah anggota organisasi, para pemasok, para konsumen maupun kepada calon pelanggan kita.

Untuk menjadi pribadi unggul dan sukses  mulia dalam pekerjaan maupun dunia bisnis, teruslah mempertajam kecerdasan, mengasah talenta Anda dan mengembangkan karakter pribadi yang baik. Karena karakter pribadi yang baik kekuatannya tidak dapat disembunyikan dari siapapun. Inilah modal bagi kesuksesan dalam pekerjaan dan berbisnis, bahkan menjadi modal dalam mencapai kemuliaan dalam kehidupan. SEMOGA BERMANFAAT.

Eko Jalu Santoso adalah Founder Motivasi Indonesia dan penulis Buku "The Wisdom of Business", diterbitkan Elex Media Komputindo.

How To Handle The Conflicts




"The harder the conflict, the more glorious the triumph. What we obtain too cheap, we esteem too lightly; it is dearness only that gives everything its value. I love the man that can smile in trouble, that can gather strength from distress and grow brave by reflection. 'This the business of little minds to shrink; but he whose heart is firm, and whose conscience approves his conduct, will pursue his principles unto death" Thomas Paine Dimana ada unsur kepentingan, disana pasti terdapat / muncul konflik. Jika dibiarkan, keberadaan konflik ini akan semakin memburuk dan tidak tertutup kemungkinannya menuju ke arah destruktif. Konflik harus sesegera mungkin disikapi dan ditangani dengan solusi - solusi yang bijaksana, antara lain adalah dengan :
  1. MEET TOGETHER.
    Sadari dan yakini mereka bahwa dalam hal ini, tidak ada yang salah. Yang seharusnya diprioritas adalah kepentingan / tujuan bersama yang ingin dicapai. Segala pendapat / ide HARUS disatukan. Salah satu pihak HARUS mampu mengalah untuk mengutamakan kepentingan bersama. Munkgin saja di hari ini, pendapat / ide tersebut tidak sesuai / cocok diterapkan tetapi tidak tertutup kemungkinannya untuk diterapkan keesokan harinya atau lusa.
  2. SKILL.
    Kurangnya pelatihan yang intensif akan menyebabkan orang - orang tidak mengetahui secara pasti APA yang seharusnya diperbuat (* Job Description = kabur) sehingga apapun pekerjaan yang diperbuat, tidak akan fokus serta memberikan  hasil yang optimal. Kondisi ini, juga akan menimbulkan konflik antar departemen (* Saling curiga dan merasa tidak adil). Untuk mengatasi kondisi ini, pelatihan yang kesinambungan harus segera diadakan. Kondisi The Right Man On The Right Place harus ditegakkan.
  3. FACE THE REALITY.
    Setiap konflik yang timbul, harus dihadapi dan dicari solusinya. Lari dari kenyataan atau mengelak dari realita yang terjadi, bukanlah cara yang efektif dan bijaksana. Kondisi ini, akan semakin memperburuk/ memperparah kondisi konflik. Seyogianya, setiap konflik yang timbul, pertama - tama hadapilah dengan kedewasaan dan cari tahu penyebabnya. Setelah itu, analisa dan cari solusinya.
  4. WIN WIN SOLUTION.
    Setiap solusi pemecahan konflik, beri titik temu yang bisa diterima kedua belah pihak atau Win Win Solution. Jangan sampai terjadi, di satu pihak merasa di anak tirikan atau diperlakukan tidak adil. Persamaan persepsi sangat dibutuhkan dalam mengatasi konlik.
  5. COMPROMISE.
    Jika kedua belah pihak tetap ngotot dengan kebenaran masing - masing maka sistim kompromi bisa diterapkan. Melalui kompromi, kedua belah pihak akan saling mengalah untuk mendapatkan yang terbaik bagi masing - masing pihak.
  6. AUTHORITY.
    Jika konflik tidak bisa teratasi dengan baik dan cenderung menuju ke arah destruktif maka satu - satunya cara adalah dengan kekuatan wewenang. Cara ini, hanya digunakan sebagai pilihan akhir jika tidak ada alternatif lain, yang mana kedua belah pihak telah dead lock !
  7. CHARACTER.
    Untuk mengubah karakter orang - orang yang terlibat konflik, bukanlah hal yang mudah. Tetapi jika mampu menyadarkan dan menimbulkan pengertian yang benar terhadap mereka, pasti bisa tertangani dengan baik. Contoh kasus. : Jika si A mampu diberi pengertian yang benar akan bahaya dari merokok maka dia akan segera berhenti merokok.
  8. SYSTEM.
    Senantiasa evaluasi sistim yang digunakan saat ini, APAKAH masih relevan atau tidak (* Untuk diterapkan). Jika sistim cenderung menimbulkan konflik, segera diantisipasi dan diganti dengan yang baru, yang sesuai dengan keadaan / kondisi yang berlaku. Jangan ngotot dengan mengatakan bahwa sistim yang dulu = OK dan sekarang pasti = Ok pula. Segala sesuatunya, selalu mengalami perubahan / kedinamisan. Tidak ada yang keberadaannya selalu permanen.
  9. TEAMWORK. Sadari dan yakini bahwa konflik adalah awal dari kehancuran dan untuk sukses, hanya satu yang dibutuhkan yaitu teamwork yang solid dan kuat. Melalui teamwork selain beban pekerjaan akan semakin ringan, hasil yang dicapai juga akan semakin optimal.
"There are three ways of dealing with difference: domination, compromise, and integration. By domination only one side gets what it wants; by compromise neither side gets what it wants; by integration we find a way by which both sides may get what they wish" Mary Parker Follett.

Selamat berjuang dan semoga sukses selalu.*
Untuk konsultasi email : dm.peterlim@gmail.com atau HP 0812 600 2482

Macgyver




Saya sudah lupa ejaan nama tokoh yang satu itu, jadi mudah-mudahan saja saya tidak salah eja. Oh, Anda lupa siapa tokoh ini?
Baiklah, dia adalah orang yang (sepertinya) bekerja sebagai intelijen. Ya, persis seperti James Bond. Tetapi tokoh yang satu ini hampir tidak pernah pacaran dengan perempuan manapun yang terlibat dengan kasus-kasus intelijennya. Keunikan tokoh ini adalah dia sama sekali tidak tergantung pada peralatan khusus seperti James Bond sejak jaman Sean Connery hingga Pierce Brosnan.
Ya, benar… Dia menggunakan semua peralatan yang bisa dia dapatkan di TKP (tempat kejadian perkara). Satu-satunya peralatan khusus yang dia gunakan adalah sebuah pisau lipat multi fungsi. Ada obeng, gunting, pembuka botol, kaca pembesar, dan banyak lagi. Saya yakin sebagian dari Anda sekarang (dalam hati Anda) sedang menyebut satu merek tertentu yang memiliki produk seperti ini. Benar, Anda benar, tapi saya tidak ingin menyebut merek apapun di diskusi ini.
Tapi, bandingkan dia dengan James Bond yang selalu berbekal banyak sekali peralatan yang sangat berfungsi baik untuk menyerang maupun untuk pertahanan diri. Semua James Bond, kecuali David Craigh (maaf kalau saya salah eja), yang menjadi James Bond sejak Casino Royale.
Kedua tokoh itu (MacGyver dan James Bond) adalah intelijen dari negara masing-masing. Kedua tokoh tersebut pintar dan cerdik. Tapi James Bond memerlukan sekian banyak peralatan canggih yang kadang-kadang membingungkan, bagaimana dia berjalan dengan santai kalalu membawa sekian banyak peralatan. Padahal dia tidak pernah membawa tas apapun ke mana-mana. MacGyver hanya membawa pisau lipat multi fungsinya ke mana-mana dan memanfaatkan barang apapun yang berada di sekitarnya.
Tidak, kita tidak sedang menilai film dan ini jelas bukan diskusi setelah nonton bareng. Karena saya jelas bukan sutradara, dan saya (mungkin) tidak cukup ganteng untuk jadi aktor….
Nah, ini dia diskusi utamanya: pernah lihat orang di sekitar Anda?
Ada dua orang di tempat kerja Anda, mestinya. Coba cari 2 orang yang menurut Anda sama pintar dan memiliki kinerja yang hampir sama baiknya. Tetapi 2 orang teman Anda ini berbeda dari sisi peralatan atau jumlah anggaran yang mereka konsumsi. Yang satu menggunakan peralatan yang sangat lengkap atau mengkonsumsi anggaran yang berlebih. Sementara yang satu lagi menggunakan peralatan seadanya atau hanya mengkonsumsi anggaran secukupnya.
Oh, ya. Maaf, kita tidak sedang membicarakan dokter, pilot, pekerja tambang yang bila bekerja tidak dengan alat khusus bisa membahayakan nyawa orang lain atau dirinya sendiri. Yang sedang kita diskusiskan adalah orang-orang yang pekerjaannya tidak terkait dengan nyawa siapapun.
Ya, pekerja kantoran. Sama seperti Anda dan saya.
Sekarang Anda mungkin akan bilang, yang lebih hebat pasti yang bisa menggunakan peralatan yang canggih-canggih. Karena dia mampu menguasai dan mengoperasikan semua peralatan yang canggih itu.
Anda merasa perlu menilai mana yang lebih hebat?
Baiklah. Silakan saja memberi penilaian mana yang lebih hebat. Tapi mari kita lihat dari sisi lain. Coba bayangkan bila dua orang itu diberikan peralatan yang sangat sederhana. Misalnya keduanya diberikan mesin tik dan abakus (sempoa). Percayakah Anda bahwa si pengguna peralatan canggih akan dapat bekerja sama cepat dan sama baiknya dengan orang yang biasa menggunakan peralatan seadanya?
Nah, sekarang Anda tertawa geli dengan bayangan yang sama-sama kita buat. Benar, yang sering menggunakan peralatan yang canggih, akan kelabakan bila semua peralatan yang canggih itu tidak tersedia untuk dia gunakan.
Ya, Anda benar. Karena otak dan otot mereka sudah terlanjur dimanja dengan peralatan yang canggih.
Oops, jangan bilang mereka kalau tabrakan tidak akan gegar otak karena tidak punya...
Mereka punya, kok. Tapi mereka membiarkan dirinya menjadi robot. Yang hanya akan bekerja kalau ada perintah dan peralatan yang tepat. Mereka menjadi mesin laksana komputer yang tidak akan melakukan apapun bila syntax nya salah.
Kasihan ya, ibunya, sama dengan ibu Anda dan ibu saya. Bertaruh nyawa ketika melahirkan. Tetapi Anda dan saya tetap menjadi manusia, sementara mereka sudah menjadi robot. Betapa sedihnya ibu-ibu mereka.
Jadi, yang sering menggunakan peralatan sederhana berarti lebih hebat?
Tidak, saya tidak menggunakan kata lebih hebat. Walaupun tadi saya mempersilakan Anda menggunakan kata itu. Sekedar Anda ikut berfikir juga, kan? Dan itu membuktikan Anda punya otak.
Mari kita lihat dari sisi ini...
Seorang manusia adalah manusia ketika dia menjadi yang paling unggul di antara semua makhluk. Dan keunggulan belum berarti keunggulan bila masih ada hambatan yang menghalanginya untuk menjadi unggul. Dan hambatan tidak akan bisa diatasi bila Anda masih bergantung pada banyak hal lain selain otak, otot dan perasaan Anda.
Pernah ada seorang teman yang bilang, kalau peralatannya tidak tersedia atau kalau anggarannya tidak cukup, mana bisa saya kerja...
Saya sedih karena dia lupa bahwa dia manusia. Saya marah demi ibu teman saya itu, yang sudah mempertaruhkan nyawa demi melahirkan seorang yang (harusnya) menjadi manusia, tetapi teman saya itu memilih untuk menjadi robot.
Saya bilang, kalau memang sudah tidak bisa kerja lagi, mengapa tidak pensiun dini saja...
Saya pernah diskusikan soal profesionalitas (bisa Anda cek di www.pembelajar.com) betapa seorang profesional yang sangat tinggi profesi dan valuenya bahkan tidak menenteng handphone ke mana-mana. Artinya dia tidak terlalu tergantung dengan peralatan itu.
Sekarang, kita mungkin perlu memperluas definisi profesionalitas itu. Orang yang sangat bergantung dengan kelengkapan peralatan atau kecukupan anggaran, masihkah Anda menganggapnya profesional?
Pernahkah Anda mengatakan: waduh, profesional sekali robot itu. Astaga, profesional sekali mobil itu. Hebat, profesional sekali rumah itu. Wow, ini baru obeng profesional....
Apakah benar robot, mobil, rumah bahkan obeng punya profesi? Bukankah profesi itu adalah dokter, pilot, akuntan, direktur dan semua itu adalah: manusia!!! Maka tidak ada benda yang profesional. Hanya manusia yang bisa dibilang profesional.
Manusia beraktivitas memanfaatkan otak, perasaan dan otot. Tiga hal itulah yang membuat manusia mampu menggunakan peralatan canggih. Tiga hal itu pula yang membuat manusia dapat beraktivitas bahkan tanpa peralatan canggih. Tanpa anggaran yang sangat longgar.
Ya, ketika peralatan tidak tersedia dengan lengkap, maka otak Anda akan berfikir apakah harus diam menunggu  sampai lengkap atau mengerjakan dengan peralatan yang ada. Saya yakin Anda masih punya otak, kok. Saya bahkan sangat yakin Anda dapat bekerja dengan anggaran yang sangat minim.
Bener, kan? Anda mampu karena Anda manusia... Atau Anda memilih untuk diam menunggu?
Nah, mari kita tatap baik-baik foto ibu kita. Masih punya fotonya, kan? Beliau mungkin masih segar bugar, mungkin juga sudah berkurang kesehatannya, atau bahkan sudah meninggal. Tetapi saya yakin Anda masih punya fotonya. Paling tidak wajahnya masih bisa Anda hadirkan di benak Anda.
Coba Anda katakan. Bu, (Mam, Mbok, Mak atau apapun cara Anda memanggil beliau), aku berterimakasih bahwa engkau bertaruh nyawa untuk melahirkan aku menjadi manusia. Tetapi maaf, Bu. Aku lebih memilih menjadi robot, karena aku sangat tergantung pada kelengkapan seluruh peralatan canggih dan aku tidak bisa bekerja kalau anggarannya tidak tercukupi.
Silakan katakan, karena itu hidup Anda....
 
Medan, Januari 2009, www.bukakacamatakuda.blogspot.com

Hujan-hujanan (1)



Hari-hari ketika aku menulis kolom ini, adalah hari yang mulai banyak mendatangkan rasa sakit di kepalaku. Penyebab pertama yang mudah kuduga adalah merambatnya usia. Aku pernah ketemu penyair Sutarji Coulzum Bachri bertahun lalu. Ketika kutanyakan apa kabar kepadanya, jawabannya mengesankan hatiku. ‘'Ya jika sudah seumur aku, penyakit mulai datang dari berbagai penjuru,'' katanya saat itu.

          Umur Tarji saat itu, bisa jadi adalah umurku kini. Maka apa yang dia alami saat itu, layak aku alami di hari ini. Menjadi tua adalah juga kesiapan menjadi  sakit. Walau rasanya aku terlalu mendramatisir umur. Karena sebetulnya aku masih muda, dalam pengertian, masih layak menjadi sehat sebetulnya. Karena banyak orang yang lebih tua, bisa lebih sehat dariku. Apalagi kalau aku melihat film-film kungfu. Semakin putih rambut mereka, malah semakin bertambah saja kesaktiannya. Jadi menjadi tua dan sehat, bukanlah soal yang luar biasa.

          Maka dugaanku kemudian jatuh pada  pola makanku. Sangat sulit untuk tidak memakan makanan kesukaan. Padahal dari  seluruh apa yang kusukai sedikit  sekali yang diakui sehat oleh pakar gizi. Misalnya saja aku sangat menyukai krupuk. Makan tanpa krupuk bagiku adalah musibah. Padahal aku ngerti cara bikinnya, cara njemurnya, cara nggorengnya sekaligus mutu minyaknya. Jika ukurannya akal sehat, makanan ini hampir tak ada gunanya. Tetapi begitulah krupuk. Ketika dimakan akal sehatku berhenti bekerja. Ia mendatangkan sensasi karena di mulut ramai  sekali.

          Tapi inilah delima makan: yang baik di lidah itu malah suka buruk di perut. Padahal krupuk ini tidak sendiri. Aku juga menyukai sambal dan ikan asin. Kalapun seluruh lauk di dunia ini tak ada, asal ketiganya tersedia, hidupku masih mudah bahagia. Seluruh gaya makanku hingga seusia ini, begitu kucari rujukannya di buku-buku kesehatan, semua hanya berarti bunuh diri. Apalagi jika aku ikuti gaya diet ala Anthony Robbins. Seluruh kebiasaan makan rakyat di negaraku telah  serupa kejahatan pada diri sendiri. Maka ia harus dibatalkan. Tapi ini jelas tidak mungin karena ia setara dengan menggugurkan tradisi. Jadi denga kualiats makan seperti ini, sulit mengharapakan kesehatan yang baik. Maka pusing di kepalaku yang kerap datang itu, leher yang mengeras seperti kemasukan batang kayu itu, adalah soal yang menjadi upah bagi kesalahanku.

          Walau ketika aku mengingat nenekku, keraguan mulai mengggoda hatiku. Jika makanku hari ini sudah berkategori buruk maka gaya makan nenekku saat itu pasti  sudah amat buruk. Setahuku, nenak makan cuma sekenanya karena yang dimakan sering tidak ada. Nasi dari tepung gaplek itu biasa. Makanan seburuk itupun ia makan setelah menunggu kenyang  semua cucunya. Aku tidak tahu, kenapa dengan pola makan seperti itu, Nenek jarang sekali  sakit. Ketika hari kematiannya tiba, ia sakit cuma sewajarnya. Cepat dan mudah. Waktu itu tokoh seperti Ade Rai jelas belum menjadi ahli otot dan pakar diet seperti sekarang ini. Tetapi nenek seperti telah berhasil menemukan manajemen kesehatan dengan sistem yang sungguh layak diselidiki. Dugaan sementaraku, walau buruk makanan, tetetapi jika baik kelakuan, bisa jadi akan mendatangkan kesehatan. Aku tidak tahu, apakah teori ini layak dibenarkan.

          Soalnya, seluruh sifat nenekku memang mengesankan hatiku. Selama jadi cucunya, tak pernah sekalipun aku mendengar satu saja kata kasar lepas dari mulutnya. Saat itu, aku suka sekali menelusup di ketiak jika ingin dimanja. Bayangkan, tanpa deodoran saya betah di ketiaknya berlama-lama. Jangan-jangan kebaikan hati seseorang juga akan mentralkan bau ketiaknya. Kalau ini benar maka sakit kepalaku itu pasti gabungan dari bermacam-macam kemungkinan: usiaku, buruknya pola makan, sekaligus buruknya kelakuan. Padahal ini belum semuanya karena ada satu lagi penyebab yang tak boleh diabaikan yakni: pola pekerjaan. Hidup yang melulu tersita untuk bekerja, sampai melupakan pola istirahat dan olah raga.

          Tegasnya aku memiliki seluruh faktor strategis pengundang sakit. Tapi tentu rumit sekali jika harus meneliti seluruhnya. Maka aku ingin menyederhanakan menjadi satu dugaan saja: jangan-jangan sakit di kepalaku ini karena sekadar kurang istirahat dan terlalu lelah bekerja. Lalu apa hubungannya dengan hujan-hujanan yang telah aku jadikan judul tulisan? Akan aku ceritakan pekan depan!

Heroic Leadership II


  1. Visi yang jelas:
    Pemimpin heroik  adalah mereka yang mempunyai mimpi-mimpi besar yang jelas, terukur dan terarah. Hal yang membedakan mereka dengan pemimpin yang lain adalah, kemampuan melihat dari sudut pandang yang berbeda. Mereka mampu melihat sebuah tantangan sebagai peluang. Mereka mampu menemukan solusi diantara begitu banyak masalah-masalah  yang dihadapi.

    Mereka tanggap, dan segera mencari, menggali menemukan,  dan mengolah ketidakpastian menjadi peluang dan kesempatan.

    Kemudian mereka  mampu merumuskan mimpi, peluang, dan solusi  tersebut dalam suatu visi yang jelas sebagai target yang harus dicapai. Bagi mereka, sebuah visi adalah sebuah “petualangan”, sebuah  tantangan yang menggairahkan.

    Bila mereka ditanya bagaimana ia akan merealisasikan visinya, ia akan berkata,“Merebut kemenangan telah menjadi agenda utama dan saya akan mewujudkannya dengan segala risiko.” Keberanian dan tidak ragu-ragu mengambil risiko menjadi ciri khas pemimpin heroik.
  2. Strategi yang tepat guna*
    Strategi ialah siasat, skema, grand formula atau suatu cetak biru yang didalamnya berisi taktis, skala prioritas dan operasional. Strategi sebagai jembatan yang akan menghubungkan, dan menjadikan  visi menjadi realisasi.  Selain itu, strategi juga sebagai sarana untuk  membantu melihat, menangkap peluang dan kesempatan yang ada agar tidak kehilangan momentum. Strategi juga membantu pemimpin untuk memastikan mereka menggunakan, menggalang, memanfaatkan dan mengkoordinasi sumberdayanya dengan baik dan efektif. Sehingga masalah yang sulit, kompleks,  tidak menentu menjadi sederhana dan mudah diatasi.

    Ditambah dengan pemimpin yang  ahli, piawai  dalam menilai, membaca dan memahami medan walaupun menghadapi situati yang sulit. Maka ia dipastikan akan mampu  merumuskan dan mengformulasikan strategi yang tepat guna untuk mendapatkan hasil yang luar biasa.
Walaupun ia seorang pemimpin heroik, bukan berarti ia sendiri yang mengeksekusi strategi-strategi tersebut, teta­pi melibatkan bawahan atau pasukannya. Agar semua rencana   berjalan efektif:
  1. Harus ada persiapan yang matang.  Seorang pemimpin, paling tidak harus mengalokasikan 50% untuk perencanaan, 25% untuk pelaksanaan dan 25% lagi untuk evaluasi.
    Dalam peribahasa Mandarin kita mengenal  ungkapan:
    Xiong you chéng zú. Segalanya perlu persiapan, agar rencana bisa berjalan dengan mulus dan mendapatkan hasil yang baik.
    Kita juga mengenal ungkapan  you bèi wú huàn. Dengan adanya persiapan, Anda bisa menghindari risiko dan menghindari kegagalan total.
    Ada juga   fán shì yù zé lì bù yù zé bài. Segala sesuatu bila dipersiapkan dengan baik bisa berhasil, seba­liknya tanpa persiapan  pasti gagal.
  2. Harus mampu berkomunikasi, berkoordinasi, mendorong, dan memotivas mereka untuk bergerak dalam aturan dan irama yang ia inginkan.
  3. Seorang pemimpin  juga  harus memastikan dari waktu ke waktu semua rencananya tetap berada dalam jalur dan  sesuai dengan misi-misinya.

Dalam mengeksekusi suatu strategi, hal yang tidak kalah pentingnya ialah kecepatan, ketepatan, dan fleksibilitas dalam implementasinya. Mengenai pentingnya kecepatan, juga bisa di lihat di Cheng yu berbunyi  bing guì shén sù. Kecepatan adalah sesuatu yang sangat penting  dalam dunia perang. Sebenarnya artinya tidak hanya dalam medan perang saja, tetapi juga  dalam dunia modren saat ini yang ditandai dengan perkembangan dan perubahan  yang begitu cepat serta arah pergerakan yang tidak menentu. Seorang pemimpin dituntut mampu bertindak cepat, tepat dan fleksibel atau ia  kehilangan momentum.

(Bersambung.......)

Salam sukses untuk Anda



Leman Yap

Penulis buku ”The Best of Chinese Leadership Wisdoms”



* Untuk mendalami strategi-strategi yang dihasilkan para tokoh legendaris, yang masih relevan untuk diaplikasikan, Anda dapat membaca buku  ”The Best of Chinese Strategies: Memenangkan kompetisi bisnis dengan  36 strategi yang telah teruji selama ribuan tahun”

Antara Anugrah Dan Bencana




Agak seperti judul sebuah film, tapi begitulah saya menyimpulkan topik hangat yang saat ini menjadi pembicaraan bapak-bapak warga di lingkungan tempat saya tinggal. Hampir selalu ketika kami kumpul, entah itu saat ronda, saat pertemuan warga, dua minggu terakhir ini selalu diisi pembicaraan dan diskusi atas sesuatu yang menimpa lingkungan perumahan tempat saya tinggal dua minggu lalu.
Setahun lalu, menurut analisanya adalah banjir terbesar yang terjadi di Solo sejak banjir besar tahun 1965. Lebih dari separuh wilayah ex karesidenan Surakarta terendam banjir. Dan kami harus bersyukur pada saat banjir besar tahun lalu, hal itu tidak masuk menimpa pemukiman perumahan tempat saya tinggal. Namun aneh memang, tahun ini, banjir kembali melanda Surakarta dan sekitarnya, tidak separah tahun lalu, tapi air itu masuk ke perumahan kami. Di jalan depan rumah saya sampai setinggi lutut, masuk ke rumah kira-kira lima centimeter-an.
“… ini pertanda kita manusia sudah banyak dosanya..!”, salah seorang bapak tetangga saya mengemukakan pendapatnya. “..ah! Ini akibat diantara kita tahun kemarin ada yang pongah dan sombong, karena tidak kena banjir,.. jadinya tahun ini kita digilir juga..” sergah yang lain. “..buang sampah sembarangan adalah sebab utamanya..”, seorang bapak lain yang tampak mencoba ilmiah mengemukakan pendapatnya.
“.. bapak-bapak kok ya nggak merasa, ini itu anugrah, sebuah hadiah kepada kita,.. bersyukurlah kalau kita juga diberi hadiah seperti ini, agar kita selalu diingatkan, pertanda Tuhan masih mencintai kita..”, sementara bapak yang lain mencoba memandang dari sisi lain atas apa yang terjadi.
Saya sendiri berpendapat bahwa banjir adalah banjir. Memang demikianlah air dicipta oleh Sang Pencipta memiliki sifat yang begitu jujur, dan begitu rendah hati. Jujur bahwa dia akan selalu mengikuti bentuk wadahnya dimanapun dia diletakkan, jujur bahwa dia akan tetap memilih menggenang bila tak ada tempat untuk meresap, jujur bahwa dia akan tumpah dan luber bila sungai yang menampung menjadi jalannya tidak cukup menampungnya. Air yang selalu jujur ‘berkata’ kepada kita manusia bahwa bila kita selalu saja merusak hutan, menutupi daerah resapan, buang sampah sembarangan. Dan air juga rendah hati, dimanapun kemanapun dia akan selalu mencari tempat yang paling rendah.
Tapi sebagian orang mungkin bertanya, kenapa saya yang didatangi banjir? Mengapa tidak khusus kepada orang yang suka menggunduli hutan saja? Mengapa tidak khusus kepada orang-orang yang suka membuang sampah ke sungai saja?
Nah!! Inilah istimewanya aturan main kita manusia sebagai makhluk Tuhan yang dihidupkan untuk sejenak menggores sejarah bagi kurun waktu perjalanan alam semesta ini. Setiap hal, setiap kejadian, sedih dan gembira, membanggakan atau menyesakkan, membuat tertawa atau menangis, kita akan selalu bisa melihatnya dari dua sisi yang saling berlawanan. Apakah itu sebuah anugrah ataukah bencana.
Begitu Maha Adil Sang Pencipta, bila saja itu semua kita pandang sebagai sebuah anugrah –misal dengan melihat hal itu sebagai sebuah peringatan karena pertanda bahwa kita masih dicintai oleh-Nya-, maka anugrah itu diberikan merata kepada kita manusia. Juga Maha Adil Sang Pencipta, bila saja itu kita anggap sebagai bencana –hukuman, dsb-,maka yang dihukum tidak hanya yang melakukan secara langsung –merusak alam misalnya-, tapi juga kita semua kita kita orang-orang yang diberi akal untuk berpikir masih juga membiarkan saudara-saudara kita melakukannya.
Kita manusia memang memiliki cara pandang yang serba terbatas. Sehingga kadang masih ada tembok besar yang menghambat kita untuk selalu bersyukur atas apa yang kita peroleh saat ini. Mungkin ada baiknya belajar memahami jalan pikiran anak saya. Ketika lewat tengah malam itu air mulai masuk perumahan dan mulai meninggi, anak saya perlahan saya bangunkan. Saya jelaskan apa yang terjadi, dan kita bersiap untuk menyelamatkan barang ke lantai atas. Tanpa ada ekspresi takut diwajahnya, anak saya berkata, “pah, aku boleh main air diluar..?”. Nah..! 

12 Februari 2009
Pitoyo Amrih
www.pitoyo.com
Bersama Memberdayakan Diri dan Keluarga

Hope Will Keep Us Alive (01)


"Kemungkinan operasi jantung ini berhasil hanya 2 persen," begitu kata seorang bapak dalam sebuah percakapan telepon. Secara tidak sengaja saya mendengar kalimat bernada penuh kesedihan bercampur kekhawatiran itu ketika saya sedang berada di ruang tunggu ICU Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta. Saat itu saya sedang menunggu anak pertama kami (Priscilla Natali Winarto) yang baru saja menjalani operasi jantung.

Teringat pengalaman kami beberapa hari sebelum operasi, ketika sang dokter berkata, "Operasi jantung yang akan dijalani anak bapak sebenarnya termasuk operasi jantung paling ringan namun sayangnya anak bapak terlalu kecil untuk dioperasi." Maklum, anak kami akan menjalani operasi saat usianya baru 41 hari dengan berat badan hanya 2,1 kilogram. Ia terlahir prematur (34 minggu) dengan berat hanya 1,6 kilogram.

Ya, beberapa hari setelah kelahiran, Priscilla didiagnosa menderita kelainan saluran pembuluh darah di dekat jantungnya. Dalam dunia medis, penyakit ini dikenal dengan istilah persistent ductus arteriousus (PDA). Saluran tersebut seharusnya menutup secara otomatis ketika bayi lahir ke dunia ini, maksimal dalam waktu dua kali dua puluh empat jam. Lihat betapa besar keagungan Tuhan! Bukankah kita nyaris tidak pernah tahu kalau saluran itu ada, apalagi mendoakan agar saluran itu tertutup? Ketika berada di dalam kandungan ibu saluran itu memang  terbuka karena berfungsi untuk mengalirkan makanan dan oksigen dari ibu kepada sang janin. Sebagai catatan penting, untuk menutup saluran itu diperlukan biaya puluhan juta rupiah.

Ketika saya tanyakan kepada dokter berapa persen tingkat keberhasilan operasi anak kami, ia menjawab, "Sekitar 90! Namun ada kemungkinan lain yakni kalau tubuhnya tidak tahan terhadap bius, ia akan terus koma atau organ dalam tubuhnya yang masih begitu kecil mengalami infeksi setelah operasi."

Saat itu kami pun mengalami kegelisahan luar biasa. Sudah tidak terhitung berapa banyak air mata yang tumpah dan berapa banyak doa yang selalu kami panjatkan. Dengan penuh kasih dan harapan, saya memandangi wajah istri saya sembari berkata, "Dalam nama Tuhan saya akan menandatangi surat persetujuan operasi ini." Istri saya mengangguk perlahan sebagai tanda ia setuju.

Pengalaman kami dan bapak seperti yang saya sebutkan di awal cerita ini adalah sebuah pengalaman tentang pentingnya harapan dalam hidup. Mentor saya, Dr. John C. Maxwell berujar, "Where there is no hope in the future, there is no power in the present." Ya, jika tidak ada harapan akan hari esok yang lebih baik, tentu tidak akan ada kekuatan untuk hari ini.

Saya pernah membaca sebuah penelitian yang mengatakan seseorang dapat bertahan hidup selama empat puluh hari tanpa makan, empat hari tanpa minum, empat menit tanpa oksigen namun hanya empat detik tanpa harapan. Begitu orang kehilangan harapan, ia cenderung berpikir segalanya telah berakhir sehingga ia pun memutuskan untuk bunuh diri. Angka empat detik barangkali diambil dari lamanya waktu yang dibutuhkan untuk meloncat dari sebuah gedung tinggi hingga sampai ke tanah.

Harapanlah yang membuat orang berani mengambil risiko dan melangkah maju menuju hari esok yang lebih baik. "Jika dokter berani memutuskan untuk melakukan operasi itu berarti mereka masih memiliki harapan," kata seorang sahabat. Saya yakin itu benar, seberapa kecil kemungkinan operasi itu berhasil toh harapan tetap ada.

Puji Tuhan, operasi anak kami berhasil dan saat artikel ini ditulis, ia telah berusia dua tahun empat bulan. Ia tumbuh menjadi anak yang manis, lincah, aktif, ramah dan mau diajar. Anda bisa membaca kesaksian mengenai Priscilla secara lebih utuh dalam buku saya yang berjudul The Power of Hope (Elex Media Komputindo, 2007).

Pengalaman mengajarkan kami betapa pentingnya harapan dalam keseharian hidup manusia. Saat artikel ini saya susun, anak kedua kami (Timothy Stanley Winarto) yang baru berusia 11 hari sedang dirawat di rumah sakit karena kuning (hiperbilirubin). Sudah empat hari ia disinar di ruang perawatan bayi RS Borromeus, Bandung. Sebelum diopname di rumah sakit, Timothy sebenarnya sudah sempat pulang ke rumah selama dua hari namun keadaan berkata lain, ia harus kembali ke rumah sakit. Siang tadi, saat kami menjenguk, keadaannya sudah jauh membaik. Kemungkinan dalam beberapa hari ke depan, ia sudah boleh berkumpul kembali bersama kami di rumah.

Ayah kandung saya pun saat ini sedang dalam tahap pengobatan yang intensif lantaran berbagai macam penyakit, seperti pembengkakan jantung, penyempitan pembuluh darah otak, kolesterol tinggi, hipertensi dan batu empedu.

Hidup memang selalu naik-turun. Kadang di atas, kadang di bawah. Ketika sedang di atas, jangan pernah mabuk dan lupa diri. Namun ketika sedang di bawah, jangan pernah putus harapan. Harapan bagi saya, ibarat bahan bakar sebuah kendaraan bermotor. Sebagus apa pun kendaraan itu, jika ia tidak memiliki bahan bakar atau kehabisan bahan bakar tentu ia tidak akan dapat berfungsi, apalagi melaju dengan kecepatan tinggi. Martin Luther King pernah berkata, "When you lose hope you die!"

Seorang teman pernah bertanya kepada saya, apakah ada perbedaan antara orang yang optimis dan orang yang punya harapan? Saya ingin mengutip pernyataan Jonathan Sacks untuk menjawab pertanyaan ini, "Optimism is the belief that things will get better. Hope if the faith that, together, we can make things better. Optimism is a passive virtue; hope, an active one. It takes no courage to be optimist, but it takes a great deal of courage to have hope."

Dari pernyataan tersebut, kita bisa melihat bahwa ada perbedaan besar antara orang yang optimis yang orang yang berpengharapan? Orang yang berpengharapan memiliki keberanian untuk bertindak. Ia tidak menunggu keadaan membaik namun ia mau melakukan sesuatu agar keadaan membaik.

* Paulus Winarto adalah founder lembaga pelatihan non-profit HOT MINISTRY (www.hotministry.org). Ia merupakan pemegang 2 Rekor Indonesia dari Museum Rekor Indonesia (MURI) yakni sebagai pembicara seminar yang pertama kali berbicara dalam seminar di angkasa dan penulis buku yang pertama kali bukunya diluncurkan di angkasa. Sejumlah bukunya masuk dalam kategori best seller (al: First Step to be An Entrepreneur, Reach Your Maximum Potential, Be Strong, The Power of HOPE dan Melejit di Usia Muda). Ia banyak menimba ilmu kepemimpinan dari guru kepemimpinan internasional, Dr. John C Maxwell. Guru marketing Hermawan Kartajaya menjuluki Paulus sebagai "manusia kompleks". Paulus dapat dihubungi melalui e-mail: pwinarto@cbn.net.id atau www.pauluswinarto.com

Cermin



Hati-hati bila anda menyampaikan suatu cela atau kritik terhadap seseorang, sebab cela atau kritik itu sebenarnya mengedepankan kelakuan anda sendiri yang seharusnya dicela atau dikritik.
Seorang teman kantor saya, E-en sangat "peka" mengkritik. Dia sering menanyakan pada saya mengapa saya tidak melarang seseorang karena makan kudapan ketika bekerja.

Masalah kudapan ini memang sudah merusak tata karma dalam kantor ketika bekerja. Banyak yang tidak menyadari bahwa makan sambil bekerja itu tidak terpuji, atau salah. Kartas bisa kena minyak, bahkan rontokan roti kadang terselip sampai berhari hari.

Dia juga pernah bertanya kenapa saya tidak menegur rekan sekantor yang pakai celana ketat sehingga tampak seksi atau memakai kaus pada waktu kerja. Juga dia sering protes karena merasa terganggu harus mengambil kartu absen ketika akan keluar gerbang waktu istirahat.
Tahukah anda apa yang dia lakukan ? Dia sering makan kudapan di tengah kerja sehingga saya tegur. Bahkan, begitu tanda masuk baru saja selesi berbunyi, dia membuka bungkusan dan makan pagi dengan cepat. Di kantor dia mengganti sepatu dengan sandal jepit karena merasa lebih praktis berlalu lalang. Dia "berlagak" meradang kepada Satpam karena lupa membawa kartu absen dan masih banyak pelanggaran yang dia lakukan.

Pernahkah anda memperhatikan perilaku rekan rekan di sekitar anda ?
Orang yang banyak bicara tanpa guna sebenarnya "membuka" rahasia kejelekannya sendiri.
A-an berkali-kali menganggap rekan laki-lakinya tergiur melihat bagian-bagian sensual wanita, padahal belum tentu rekan laki-lakinya itu tergiur. Dia membuka kedoknya sendiri bahwa sebagai wanita dia punya perlilaku mendua. Dia punya minat terhadap laki-laki maupun terhadap wanita. Dia sendirilah yang "tergiur" melihat teman wanitanya sendiri tampai seksi.

Cermin bangsa kita sebenarnya perlu disimak lebih mendalam. Tayangan televisi yang banyak dikritik kaum penjaga moral juga merupakan cermin moral yang berkembang di masyarakat kita.
Karena demikian enaknya produk tertentu, misalnya roti kering, maka iklan mengajarkan seorang anak merebut milik temannya. Secara moral, merebut milik pihak lain adalah perbuatan tercela. Karena enaknya, seorang anak bukannya memita, namum merebut.

Menghadapi masalah dengan mencari "jalan pintas" secara irasional ditampilkan secara memukau, diakhiri dengan suatu "statement" bahwa perbuatan itu janganlah ditiru karenasesat, sebaiknya mengambil jalan luhur secara agama.

Sebelum mentaati ajaran agama yang dianut, "kesesatan" ditampilkan secara "indah" dan dikemas indah. Bukankah ini juga merupakan cermin masyarakat yang ada di sekitar kita ?
Marilah kita menyadari diri kita sendiri, sudah sejauh manakah "cermin kehidupan" kita diumbar di tengah masyarakat sehingga kita jadi tercemar karena perilaku kita sendiri.

Cermin bangsa sudah ditampilkan, cermin diri kita sebaiknya kita jaga. Bukan sekedar menjaga agar keburukan kita tidak tersebar, namun bertekad memperbaiki diri sendiri serta bertekad untuk meninggalkan setiap perilaku tercela sehingga kita bersih dari cela.

Bukan karena "buruk rupa cermin dibelah", sebaliknya karena "buruk rupa cermin disayang" sehingga tampak segala keburukan yang wajib segera kita perbaiki.
Bagaimana kita memperbaiki masyarakat kalau tidak dari diri kita sendiri ? Biarlah gongongan serigala menakutkan namun karena kita punya iman dan taqwa maka gonggongan serigala akan terdengar indah. Gonggongan termaksud meningatkan kita agar tidak takut atas akibat perbuatan kita sendiri.

Jadikanlah cermin menjadi penjaga penampilan kita, seperti halnya cermin besar di setiap pintu masuk yang dapat dipergunakn untuk mengontrol penampilan kita.
Dengan demikian, sukses lahir batin senantiasa meyertai kita.

Catatan Kecil Di Hari Valentine




Cinta adalah Ibu dari Perasaan, Ayah dari Hati, Saudara dari damai, di dalamnya ada Kau dan Aku
Puisi kecil ini selalu mengingatkan aku akan kekuatan cinta, akan butuhnya kita untuk mengasihi dan dikasihi.  Dan hal ini semakin beresonansi dengan datangnya hari Valentine.
Di mall-mall, hiasan merah hati mewarnai hampir setiap sudut ruangan, bunga ros menjadi begitu laku mendekati kedatangan hari tersebut, masing-masing mempersiapkan hadiah istimewa bagi pasangannya, bagi orang-orang yang dikasihinya di hari itu.
Ketika kita hendak membagi kasih sayang, mata kita hampir semua tertuju pada hari tersebut, hari Valentine seakan menjadi begitu penting atas nama cinta, Valentine sepertinya menjadi satu-satunya hari bagi kita untuk berpelukan.
Lalu, ketika dalam senyap ada kalimat demi kalimat yang bermain dalam benakku, dan mengalir dalam catatan kecil.
Cinta adalah ketika kita bangun pagi menyiapkan sarapan untuk pasangan kita,
Cinta adalah ketika setiap dua jam kita harus mendengar tangisan bayi kita dan memeluk dengan kasih sayang.
Cinta adalah ketika kita harus bertambah gemuk beberapa gram karena harus mencicipi masakan istri dan juga harus mencicipi masakan orang tua.
Cinta adalah ketika kita mengambil dan memakan jeruk yang lebih asam.
Cinta adalah ketika harus menunggu beberapa jam di depan pintu rumah.
Cinta adalah saat kita makan bersama.
Cinta adalah kebersamaan dalam kesederhanaan.
Cinta juga kadang adalah hukuman untuk anak kita yang nakal.
 Ketika kita dapat melakukan hal-hal yang sederhana atas dasar mengasihi dan menyayangi tanpa pamrih, hari Valentine akan datang mengetuk pintu kita setiap hari dan mencerahkan hati.


Salam Pencerahan

Seng Guan CPLHI
PSDM Siddhi Medan
Sekretaris MBI Medan
Pemilik blog di http://www.sengguan-wisdom.blogspot.com
sengguanjr@yahoo.com

Kayu Basah



Pagi itu di sebuah ruangan ibadah berisi lebih kurang 30 muda mudi yang sudah bersiap bernyanyi diiringi beberapa pemuda yang memainkan alat band.Namun suasana hujan diluar ditambah alat pendingin membuat ruangan terasa beku seolah mereka tak bersuara tenggelam oleh hentakan suara band yang keras.

Kemudian majulah seorang gadis muda menggantikan rekannya berdiri di podium, dengan suara yang keras dan wajah bersinar penuh keceriaan gadis muda yang bernama Kezia itu mengajak semua muda mudi berdiri, menyanyi lebih keras, bertepuk-tangan, bergerak aktif dan bervariasi, suasana kaku sontak berubah hangat, penuh semangat dan ceria.
Pada pertengahan abad ke-enam di China, saat itu dua kelompok pasukan dari dua kerajaan besar sedang bertempur.Sebulan sudah mereka berperang hingga kelelahan dan memasuki masa gencatan senjata setelah peperangan yang memakan korban ribuan orang mati dan ratusan terluka.
Pada suatu malam seorang jenderal bernama Shiaw Kwan dari kerajaan Chou sedang membahas strategi perang di sebuah tenda bersama beberapa panglima lainnya serta seorang penasehat tua.
Salah satu laporan buruk yang diterima Shiaw Kwan yang membuatnya kecewa adalah terdapat sejumlah prajurit yang patah semangat dan ingin pulang ke kampung halaman.
Menjelang pagi, si penasehat tua mengajak Shiaw Kwan keluar sejenak dari tenda untuk menghirup udara segar.Sembari duduk di antara rerumputan basah karena hujan dan dinginnya malam, Shiaw Kwan mengambil beberapa kayu mencoba menyalakan api namun kayu-kayu yang basah karena hujan itu tak kunjung terbakar.
Si penasehat tua menyuruh seorang pengawal mengambil beberapa kayu bakar kering yang ada di salah satu tenda dan menyalakan api.Dalam waktu singkat kayu-kayu kering itu terbakar menghangatkan tubuh mereka.
"Sekarang masukkan kayu-kayu basah itu kedalam api unggun ini" kata si penasehat tua itu, dan ketika Shiaw Kwan memasukkan potongan kayu basah itu kedalam api unggun, maka kayu-kayu basah itu pun dengan mudah ikut terbakar dan membara.
"Kumpulkan pasukan yang memiliki semangat dan daya juang tinggi, pimpin mereka, kobarkan semangatnya kemudian masukkan para prajurit yang loyo kedalamnya, maka mereka semuanya akan membara seperti api unggun ini. 
salam bijaksana,
Haryo Ardito - DieHard Motivator
Ketua Harian Asosiasi Manajemen Indonesia - DKI Jakarta
Website: www.haryoardito.com

Pikat Pelanggan Dengan Reflective Listening



"Tuhan menganugrahkan dua telinga dan satu mulut kepada manusia." Kalimat itu rasanya sudah berdiam lama dalam ruang kognitif setiap orang. Persoalannya, apakah kalimat itu selesai pada tingkat pengetahuan semata atau sudah sampai pada tingkat aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Ada sebuah fakta yang patut direnungkan dalam hal ini. 80% waktu manusia habis digunakan untuk berkomunikasi. 45% dialokasikan untuk mendengar dan sayangnya terdapat sekitar 75% kata-kata yang dibaikan, disalahpahami dan dilupakan. Sungguh sebuah ironi komunikasi yang seharusnya tidak terjadi jika keterampilan mendengarkan menjadi menu utama dan pertama saat bercengkerama dalam ranah bursa kata ini. Hal ini memberikan sebuah indikasi bahwa 'mendengarkan' menjadi persoalan serius yang tidak dapat diremehkan untuk meraih pemahaman komprehensif dalam sebuah diskusi.
Ternyata terdapat banyak sekali jenis keterampilan mendengar menurut para ahli. Ada yang disebut mendengar aktif, analitis, empatik, kritis, selektif, atentif, apresiatif, sampai dengan reflektif. Kesemua jenis mendengar ini seolah mengingatkan kita bahwa setiap orang sejatinya ingin didengar! Namun, sayang dalam praktiknya, betapa sulit menyatukan teori dengan aplikasi. Betapa masih banyak individu, bahkan profesional korporasi yang belum menyadari bahwa keterampilan satu ini akan meninggikan citra diri dan profit secara permanen dan militan jika dilakukan dengan penuh ketulusan dan keseriusan. Mari kita lihat, bagaimana seorang profesional call center, baik yang bertugas di udara mau pun di darat, masih berdebat dengan pelanggan atau pencari informasi dengan kata-kata sarkastis, emosional, merendahkan sampai dengan menghina. Betapa pelanggan dihadapkan pada situasi terpidana dalam kepedihan. Padahal mereka adalah pengisi pundi-pundi korporasi yang membangun citra positif emiten di lantai bursa. Bercermin dari kejadian itu, terlihat ada persoalan serius dalam hal mendengarkan. Karenanya, teori yang relatif pas untuk kasus ini adalah 'reflective listening' yang diharapkan mampu meningkatkan kinerja korporasi. Teori ini bermula dari praktek konseling dan psychotherapy yang dilakukan oleh Carl Rogers terhadap pasiennya. Walau pun reflective listening ini pertama kali dipraktikkan di dunia medis, bukan berartitidak dapat diaplikasikan dalam situasi lainnya, misalnya bisnis. Justru jenis mendengar ini, pakar komunikasi Deborah Tannen menyebutnya sebagai rapport-talk (bicara untuk membina hubungan), akan memberikan feedback yang sangat positif, konstruktif dan empatik dari pelanggan ke profesional korporasi.
Reflective listening adalah sebuah tindakan mengulang secara verbal apa yang didengar dari orang lain. Mengulang apa yang diucapkan dan dirasakan oleh pihak lain akan menunjukkan rasa empati terhadap apa yang dialami oleh sang penutur. Kalimat yang di-rephrase tersebut akan mengubah subyek ‘saya' menjadi ‘kita.' Artinya, ketika seseorang menyampaikan keluh kesahnya secara subyektif, teknik reflective listening akan mengubahnya menjadi keluhan bersama - keluhan ‘kita.' Karena materi keluhan menjadi keluhan bersama. Berdasarkan situasi ini, sang pengeluh akan merasa bahwa dia tidak sendirian dalam menghadapi peristiwa tidak menyenangkan tersebut. Ini adalah reflective listening. Pendengar memberikan rasa empati melalui keterlibatan emosinya terhadap apa yang dialami oleh sang pencetus masalah.
Ada empat komponen yang menjadi syarat minimal dalam melakukan reflective listening: empathy, acceptance, congruence, dan concreteness. Pertama, empathy (empati) mewajibkan pendengar untuk memfokuskan diri pada pemberi keluhan yang tengah menumpahkan saran, kritik atau pun masukan atas apa yang dialaminya. Disini, referensi yang dipakai harus bingkai orang yang tengah menyampaikan keluhan. Dengan demikian, kondisi ‘merasakan' apa yang dialami oleh orang lain akan membuat sang pengeluh mendapatkan sebuah penghiburan. Ternyata, ia dipahami. Hal ini sangat penting, terutama dalam menangani pelanggan yang sedang marah atas sebuah produk atau pelayanan yang tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Jika rasa empati dikedepankan secara simpatik, niscaya, luapan lahar emosi akan menjadi salju penyejuk di musim panas.
Kedua, acceptance (penerimaan) sangat terkait erat dengan empati. Penerimaan ini memberikan penghargaan kepada setiap orang bahwa mereka sesungguhnya berharga. Artinya, siapa pun yang menyampaikan keluhan atau sejenisnya itu, apakah ia dari strata sosial ekonomi bawah, pelanggan kecil sampai dengan rakyat jelata pengantri raskin sekali pun, harus diterima secara empatik dan simpatik sebagai aset penggerak roda korporasi secara perlahan namun konsisten. Adalah keliru, apabila dalam praktek korporasi, banyak petugas di garda depan mengabaikan hal ini hanya karena melihat penampilan sang pengeluh/pencari informasi yang tidak sesuai dengan standar yang biasa dihadapi. Jika ini terjadi, konsep penerimaan disini menjadi sebuah teori kosong belaka. Sang pencari informasi akan kecewa dan akhirnya pindah ke lain hati (baca: korporasi lain). Karena, di kening setiap orang sesungguhnya terpatri sebuah kalimat ‘make me feel important.'
Ketiga, congruence (harmoni). Harmoni disini merujuk pada ketulusan dan pengertian atas apa yang terjadi pada orang lain. Artinya, jika kita juga merasa kecewa atas apa yang dialami oleh orang yang mengeluh, tunjukkan melalui bahasa nonverbal bahwa hal itu juga terasa sama kadarnya oleh kita. Bahasa tubuh ini harus secara tulus diekspresikan, bukan dibuat-buat. Hal ini akan dengan mudah dilihat dan dinilai oleh orang lain sebagai tulus atau palsu.Melalui praktik harmoni ini (sinkronisasi verbal dan nonveral), ikatan emosional akan semakin kuat terpatri dalam ruang afeksi sehingga pindah ke lain hati akan menjadi pertimbangan dengan urutan terbawah.
Keempat, concreteness (kekonkretan). Poin ini mengacu pada hal-hal yang lebih bersifat spesifik daripada generik. Sebagian pendengar, tanpa sadar atau ketidaktahuan, sering memberikan komentar atas keluhan atau ungkapan orang lain secara generik tanpa menyentuh ke inti keluhan yang menjadi persoalannya. Misalnya, ketika ada orang mengeluhkan soal pelayanan call center yang tidak baik, sering petugas di garda depan mengatakan bahwa hal itu tengah ditangani oleh perusahaan dan memerlukan waktu yang tidak dapat ditentukan kapan selesainya. Ini adalah contoh ketiadaan kekonkretan seperti dimaksud di atas. Lalu, bagaimana mengatasi hal ini? Seharusnya, sang petugas melokalisir persoalan secara fokus. Ia seharusnya mengatakan bahwa call center mengalami gangguan selama 2-3 hari kerja dan akan bisa diatasi dalam 1-2 hari ke depan. Ia mengonkretkan persoalan secara tepat (call center saja) bukan korporasi secara umum yang terlalu rumit meski hanya untuk dibayangkan. Dengan melokalisir persoalan secara sempit dan spesifik, rasanya persoalan akan lebih mudah menemui solusi.
Jika setiap pendengar memiliki empat orientasi minimal dalam reflective listening di atas, empathy, acceptance, congruence dan acceptance, rasanya berjuta keluhan di kolom-kolom surat pembaca selama ini akan mengalami masa surut secara kuantitatif mau pun kualitatif. Semoga begitu adanya!