Pengalaman Lima Menit Terjebak dalam Lift

"The only thing that matters is what you choose to be now." (Po in KungFu Panda 2)

Sepanjang pengalaman hidup saya baru kali ini saya sekeluarga mengalami terjebak di dalam lift yang macet antara lantai G dan lantai 1 di sebuah mall baru di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan.Mulanya dari lift berangkat dari lantai basement sudah hampir penuh penumpang dan pintu lift sudah hampir tertutup ketika ada beberapa orang (tampaknya sekeluarga) berlari-lari kecil mengejar lift itu.Operator lift menekan tombol pintu buka, maka meluncurlah 5 orang itu sekaligus.Di dalam lift itu kini menjadi penuh sekitar 15 orang.

Ketika lift mulai terangkat terasa terlalu sarat, dan tak lama kemudian lift pun berhenti total sebelum mencapai lantai 1.Pas ditengah-tengah antara 2 lantai.Penumpang pun terkejut, tapi masih tenang karena lampu penerangan dalam lift masih menyala.Operator lift segera minta bantuan lewat HT yang dipegangnya.Selama menunggu bantuan datang itulah kisah ini dimulai.

Ada penumpang yang teriak tidak sabar. Ada yang menerima telepon dan menyatakan dirinya sedang terjebak dalam lift. Ada yang menasihati operator lift untuk tidak membawa penumpang berlebihan. Ada yang menasehati untuk menghitung jumlah penumpang sebelum pintu lift tertutup. Ada yang berusaha berteriak menarik perhatian pengunjung yang lewat. Ada yang menasihati supaya tidak berbicara apalagi berteriak karena akan menghabiskan oksigen dengan cepat.

Menit ketiga berlalu dan belum terjadi apa-apa. Kata petugas melalui pengeras suara, di atas sudah ada teknisi yang menangani, penumpang diminta untuk tenang. Tapi semua penumpangpun malah mulai tidak sabar dan ketakutan. Dan para penumpang meneruskan mengomel, saling menasihati, dan saling menyalahkan. Saya jadi heran, karena hal itu semua percuma buang-buang tenaga dan energi tapi tetap tidak akan bisa keluar dari lift itu.

Mengapa mereka masih saling menyalahkan? Mengapa tidak ada satu orang pun penumpang yang berpikir bagaimana keluar dari dalam lift yang macet ini? Bertanya "why atau mengapa" sudah tidak dapat mengubah apapun, dan tidak akan memperbaiki keadaan. Bertanya "how atau bagaimana" akan mengarahkan pikiran untuk mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi.

Menit keempat berlalu. Operator lift tidak bisa melakukan apa-apa.Pasrah. Demikian juga sebagian penumpang. Udara sudah mulai panas.Ada yang sudah mulai putus asa dan mulai membaca doa. Ada pula yang mulai kasih perintah untuk membuka paksa pintunya, walaupun tak akan bisa karena posisi lift yang berhenti tidak pas di lantai atasnya.

Akhirnya lift pelan-pelan turun tapi kemudian berhenti lagi pada pertengahan lantai. Dan kali ini seorang ibu berteriak: "Harusnya tadi pintu dibuka biarkan kita turun dulu.Sudah mulai sesak napas nih."

"Sabar ibu, sedang diusahakan," kata operator lift yang kena marah tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

"Ya, tapi sampai kapan?" bentak ibu itu lagi.

Setelah menit kelima lewat sedikit, akhirnya lift turun sampai lantai basement. Begitu pintu terbuka penumpang berhamburan keluar sambil terus menggerutu, ada yang tertawa lega, dan ada yang menyebut nama Tuhan.
 

Gambar ilustrasi


Kejadian yang saya alami selama terjebak di dalam lift itu sungguh menggambarkan keadaan negara kita akhir-akhir ini. Apapun kejadiannya: dari penanganan bencana alam, kecelakaan pesawat, kecelakaan transportasi massal, pembobolan bank, korupsi atau koruptor yang melarikan diri keluar negeri; semuanya saling menyalahkan, saling meyangkal, saling lempar tanggung jawab.   
Dan akhirnya hampir selalu sama, tidak ada solusi yang jelas, dan langkah-langkah untuk mengantisipasi kejadian yang sama agar tidak terulang lagi. Lalu yang kita pertentangkan juga selalu hanya sebatas wacana, adu argumentasi untuk melepas tanggung jawab. Maka tidaklah heran sebentar kemudian pun terulang lagi.

Marilah kita berpikir untuk selalu mencari solusi (dengan selalu bertanya how) dan bukan  berpikir untuk mencari kambing hitam (dengan bertanya why) untuk memecahkan persoalan di masa depan agar tidak berulang. Kita memang perlu belajar dari pengalaman dengan tidak menyalahkan masa lalu karena masa lalu sudah tidak dapat diubah lagi. Seperti kata Po dalam film Kungfu Panda 2: "Masa depan lebih penting dari masa lalu."Berpikirlah dan fokuskanlah energi untuk membuat masa depan yang lebih baik. Selamat mencoba!

 
Drs. Mukti Wibawa, MBA
Busines Inspirator & Marketing Consultant.
www.facebook.com/mukti wibawa
mukti@consultant.com

 

No comments:

Post a Comment