Menghargai Waktu

 Secara matematis setiap orang memiliki waktu yang sama 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, dan 365 hari dalam setahun. Namun jarang, mungkin tak ada, orang yang merasa memiliki cukup waktu untuk hidupnya. Setiap orang selalu merasa kekurangan waktu. Waktu terasa begitu cepat berlalu dan setelah itu penyesalan menghampiri karena kita gagal menggunakan waktu dengan optimal.
 
Pengingat akan pentingnya waktu biasanya datang melalui peristiwa tragis yang tak bisa diperbaiki. Kehilangan orang-orang terdekat, seperti anak atau istri, mengingatkan kita bahwa selama ini kita belum begitu sempurna menyayangi mereka karena waktu kita habis oleh pekerjaan.
 
Hari Sabtu dan Minggu yang seharusnya jadi milik mereka, terampas juga oleh kegiatan lain untuk memuaskan klien, mitra bisnis, atau lainnya. Ketika anak dan istri meminta waktu untuk sekadar menemani pergi ke toko buku atau berolahraga pagi di hari libur pun, kita justru beralasan harus bekerja keras demi mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, demi masa depan yang lebih baik.
 
Ironis, memang, sementara kita berjuang mati-matian, bekerja membanting tulang untuk mengumpulkan harta yang sebenarnya untuk mereka (keluarga), kita justru tak bisa menggunakannya untuk mensejahterakan atau membahagiakan mereka.
 
 
Netter yang budiman,
 
Pagi ini pada talkshow rutin saya di jaringan Radio Sonora, saya tertarik untuk membahas tema mengenai menghargai waktu. Saya membawakan cerita ilustrasi "LIMA MENIT LAGI' yang saya ambil dari kejadian sehari-hari yang sederhana.
 
Seorang ayah menemani anaknya bermain-main di taman. Ketika waktu pulang sudah tiba, sang ayah memanggil putranya untuk segera pulang. Namun si anak meminta tambahan waktu lima menit lagi untuk bermain. Si ayah mengabulkannya. Lima menit kemudian, si ayah memanggil anaknya lagi dan mengajaknya segera pergi. Si anak kembali meminta waktu lima menit lagi yang dijanjikan sebagai lima menit terakhir. Si ayah dengan penuh kasih sayangnya mengabulkannya lagi.
 
Apa yang dilakukan si ayah sebenarnya memenuhi rasa bersalahnya. Anaknya yang terdahulu telah pergi untuk selamanya dan ia merasa bersalah karena tak pernah memerhatikannya akibat sibuk dengan pekerjaannya. Kini ia berjanji, apapun yang diminta anak terakhirnya akan ia kabulkan karena ia tak mau kehilangan lagi. Tambahan waktu lima menit yang diminta anaknya itu sesungguhnya bukan si anak yang meminta waktu kepadanya, justru si anak sedang memberi tambahan waktu kepadanya untuk menikmati kegembiraan bersama.
 
Karena itu, sesibuk apapun kita, jangan sia-siakan untuk memberi waktu juga bagi keluarga, karena selama ini kita berjuang untuk mereka.
 
Demikian dari saya. Salam sukses, Luar Biasa!!
 

http://www.andriewongso.com/artikel/25/Catatan_Andrie_Wongso/

No comments:

Post a Comment