Mengapa Harus Marah


Ada yang bilang, seseorang yang sukses sebenarnya memiliki sifat temperamental yang tinggi pula. Ia cenderung mudah marah. Contoh paling gampang adalah ketika kita melihat para bintang olahraga. Sebut saja pesepak bola David Bechkam yang sekarang sedang diperbincangkan karena akan kembali berlaga di Liga Inggris. Ia ternyata punya temperamen yang tinggi. Ia pernah dikartumerah dalam pertandingan penting Inggris akibat melanggar keras pemain lawan sehingga timnya gagal melangkah ke babak berikutnya.

Para ahli psikologi di sana menyebutkan, sikap Beckham seperti itu menunjukkan ada sisi negatif dari seorang jenius yaitu mudah marah. Tentu saja jika ia terus-menerus menuruti amarahnya, bukan sukses yang didapat tetapi justru kegagalan. Ternyata Beckham mampu mengendalikan amarahnya pada tahap-tahap berikutnya. Ketika ia tak terpilih masuk tim Inggris beberapa waktu lalu, ia tak marah. Ia justru menemukan pelampiasan lain dengan menjadi bagian tim di Piala Dunia 2010 semacam sebagai motivator bagi rekan-rekannya, posisi yang belum pernah ada di tim manapun. Dan karena kemampuan mengendalikan amarahnya itu sampai kini ia masih bisa berprestasi dalam usia yang tak muda lagi bagi seorang pesepak bola.

Saya menemukan hasil penelitian menarik yang dipublikasikan beberapa bulan lalu. Penyebab orang marah sebenarnya bukan karena ia ingin mengancam orang lain. Kemarahan timbul justru karena ia ingin berprestasi. Karena jalan untuk meraih prestasinya terhambat baik oleh orang lain maupun dirinya sendiri maka timbullah kemarahan itu.

Dari sini bisa dilihat bahwa orang yang punya ambisi besar untuk meraih sukses, menyimpan amarah yang besar pula karena hambatan demi hambatan yang dihadapinya pasti akan memicu amahnya. Sifat marah ini ibarat mesin dalam suatu mobil. Mobil berkapasitas tinggi akan membuat mobil memiliki kemampuan luar biasa jika dikendalikan dengan baik. Tetapi jika pengendaliannya tidak hati-hati, justru akan mengancam si pengendaranya sendiri.

 

Teman-teman yang Luar Biasa!


Tentu kita semua pernah marah baik pada diri sendiri, keluarga, teman, atasan, dan sebagainya. Marah memang sifat negatif, tetapi, seperti saya kemukakan pada talkshow di jaringan Radio Sonora tadi pagi, jika kita bisa mengendalikannya dan memikirkan kenapa kita marah, kita akan menemukan hal positif. Kita akan tahu bahwa bukan untuk marah kita berada dalam posisi kita sekarang. Dengan demikian kita akan lebih toleran, lebih mensyukuri apa yang kita dapat, dan tentunya kita tak perlu kehilangan pertalian keluarga dan pertemanan.

Salam sukses luar biasa!!


http://www.andriewongso.com/artikel/25/Catatan_Andrie_Wongso/

No comments:

Post a Comment